Rabu, 29 Februari 2012

DALAM KASUS KORUPSI ASABRI JAKSA DAN HAKIM TIDAK MELIHAT BUKTI-BUKTI YANG SEBENARNYA

NIKMAT DAN DERITA DIRUTAN KEJAGUNG

Sudah lebih dari 13 (tiga belas) bulan Subarda ditahan di Ruang/Rumah Tahanan Kejaksaan Agung. Ternyata ditahan/dibui/dipenjara itu tidak hanya derita yang dirasakan, tapi dirasakan juga kenikmatan yang luar biasa.
Kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT adalah menyerahkan diri kepada-Nya dengan melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya. Shalat lima waktu dengan khusyu, apalagi nikmat shalat malam hari tanpa gangguan, lengkap dengan dzikir sebagai anjuran sanak keluarga yang bermakna didalam buku-buku agama yang diterima. Nikmatnya bukan main. Kalau anda ingin merasakan, coba minta ditahan walaupun tidak korupsi seperti Subarda. Kenikmatan seperti itu sangat langka dirasakan didunia bebas.
Derita yang dirasakan tentunya lebih dari kenikmatan yang disebut diatas. Mungkin anda mengira ditahan itu enak saja, diberikan ruang tidur, diberikan ransum dari Negara, Listrik dan Air tidak bayar. Kenyataannnya tidak begitu. Pertama, langsung dirasakan harga diri serta nama baik hancur. Dirasakan bukan saja oleh diri sendiri, tapi yang lebih parah anak isteri dan keluarga besar disegala lingkungan tercemar. Lebih sedih lagi Subarda merasa tidak bersalah dipaksakan oleh  beberapa gelintir orang untuk masuk tahanan.
Kagiatan apapun yang dilakukan keluarga selalu ada kesan penghinaan atau sindiran cemoohan. Apalagi di lingkungan usaha dan handai-taulan menjadi bahan gunjingan ditambah bumbu-bumbu yang menyakitkan. Ini pasti dirasakan yang sama oleh mereka yang telah, sedang atau akan bernasib sama seperti Subarda. Ternyata juga ditahan itu sangat menyedot biaya besar. Apalagi yang ditahan ini para pensiunan yang sudah tidak berpenghasilan, yang sebelumnya punya usahapun bangkrut semuanya tidak terurus.
Untuk apa saja biaya itu? Ada dua bagian yaitu intern dan ekstern, untuk biaya intern tidak kita bicarakan dulu, yang ekstern adalah biaya bolak-balik bezuk dan antar makanan, biaya resiko dirumah karena tidak ada income, biaya sekian pengacara, biaya waktu sidang-sidang dsb. Darimana biaya itu? Aset pribadipun sudah diperintahkan pada tahun 1997 untuk diserahkan ke Dep. Hankam, yang kabarnya banyak dijualin oleh para petugas. Terpaksa menggadaikan atau menjual semua aset yang ada, baik aset warisan keluarga maupun aset hasil keringat 32 tahun mengabdi pada Negara. Bahkan perhiasan anak isteri habis dijual. Kalaupun akan memdapatkan kebebasan nanti maka kemungkinan Subarda tetap tidak akan bahagia karena akan dililit hutang yang sangat besar.
Baru pada bulan puasa ini Subarda menemukan sendiri bukti-bukti rekayasa maupun permainan kotor didalam jalannya pengadilan, baik di pengadilan Negeri Jakarta Timur maupun di Pengadilan Tinggi DKI. Mudah-mudahan di Mahkamah Agung bisa membaca dan melihat kebenaran dan keadilan yang didambakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Kalau tidak, kepada siapa lagi ini harus disampaikan. Di dalam shalat Taubat selalu Subarda berdoa memohon kepada Allah SWT, agar derita ini segera diakhiri dan berikanlah hukuman yang setimpal pada mereka yang telah berbuat dholim terhadap sesama.

SAYA SUDAH BILANG..................

Saya sudah bilang berkali-kali dari dulu-dulu bahwa saya tidak bersalah. Dia yang berbuat dan dia juga yang mengaku kesalahannya dan dia tumpahkan kesalahannya pada banyak orang untuk menutupi atau mengurangi resiko kejahatannya. Secara pribadi tidak ada kejelekan apa-apa antara saya dengan Henry Leo. Anda juga semua tahu bagaimana perangai dan sikapnya terhadap semua orang. Tetapi didalam akal dan pikiran dan niatnya tidak disangka mengakibatkan bahaya lebih ngeri dari taring ular berbisa. Mungkin itu kemampuan yang dia miliki untuk usaha kehidupannya. Kita maklumi semua orang punya cara sendiri untuk nafkah kehidupannya. Hanya harus kita waspadai jangan sampai kita ketemu orang itu lagi, amit-amit.
Tinggal dia harus terima hukuman yang wajar tanpa bantuan rekayasa lagi dari aparat hukum yang objektif. Saya sudah diperingatkan jangan sampai anda terjerumus dengan harapan dapat sekarung uang atau kenaikan pangkat dan jabatan serta pujian dengan berbuat atau tidak berbuat sesuatu untuk menghindari keadilan dan kebenaran.
Sekarang bagi anda yang tersangkut, tinggal menunggu kebijakan dari pimpinan atau aparat yang bijak juga. Setelah melalui dua majelis hakim, baik di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, maupun di Pengadilan Tinggi DKI, baru diketahui dengan jelas adanya rekayasa pemaksaan kehendak untuk mengorbankan saya. Saya ikut proses hukum di Indonesia ini, walaupun saya baru tahu, ternyata banyak peluang-peluang dari pelaksana hukum yang kita muliakan untuk berbuat seenak dengkulnya dengan lindungan Undang-Undang, Pasal ini, pasal itu dsb. Banyak materi yang diabaikan untuk melindungi maksud dia agar selaras dengan pokok-pokok rangkaian dakwaanya seperti Yungto pasal sekian, Yungto dsb. Bahasa hukumnya keren dengan istilah-istilah bagi saya membingungkan, tapi di balik itu ada sesuatu yang tersembunyi yang kita tidak mengerti tapi merugikan kita. Kalimat dengan kata-kata asumsi, zuudzon, prasangka serta rekayasa kepanjangan istilah untuk merugikan tersangka dan terdakwa, kelihatannya sudah biasa dilakukan. Saya tidak mengerti bagaimana materi pendidikan mereka sebelum jadi Jaksa dan Hakim. Sikap arogan sebagai algojo yang mereka tampilkan. Ini sebagai kesan yang saya lihat sebagai seorang yang pensiunan yang telah 15 (lima belas) tahun berkiprah dibidang pengurusan pendidikan personil ABRI, pernah juga saya jadi penyidik selaku Kepala Seksi Intelijen puluhan tahun lalu.
Asal mula pengadilan Korupsi Kasus ASABRI ini dari PUSPOM yang komandannya bernama Hendardji adik dari Hendarman selaku JAMPIDSUS. Dari awal sudah salah, pengusutan atau penyidikan orang-orang yang tersangkut dalam kasus ini adalah orang sipil semua. Namun Hendardji dengan ambisinya tinggi bersama baik oelh Erling sebagai pelaksana penyidik, memaksakan kehendaknya demi prestasinya dan bisa membantu kakaknya mendapatkan masalah bertingkat nasional. Dengan demikian kakaknya akan jadi orang nomor satu didalam penguasa hukum di Indonesia, ambisinya terbukti dengan dikawalnya baik oleh Erling sendiri dengan pasukannya, terhadap proses mulai penyelidikan, penyidikan, pendakwaan, penuntutan, persidangan samapai vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Pengawalan ini ada kesan pelecehan pada aparat Kejaksaan Agung maupun Majelis Hakim. disamping itu mereka telah melecehkan POLRI dengan tidak koordinasi apalagi klarifikasi, namun semuanya telah berhasil dan sukses mengorbankan Subarda serta meringankan Henry Leo.
Diduga Pengadilan Tinggi jakarta DKI, orang-orang Henry Leo yang banyak pendekatan dengan Hakim-Hakim Tingginya karena terbukti hukuman Henry Leo jadi sama dengan Subarda, sama-sama 4 (empat) tahun. Anehnya bukan main, masa pencuri sebagai penjahat tingkat nasional membobol sebesar 400 miliar sama hukumannya dengan yang dikorbankan?
Kalau menganggap kerjasama, mengapa tidak dilhat aliran dana hasil kejahatannya serta kecurangan si pencuri?
Kalau memang saya bekerjasama, saya sudah dapat lebih dari 200 miliar dan kalian akan saya bayar lebih besar dari yang sudah kalian terima! Amit-amit......

KEANEHAN DALAM KASUS ASABRI

Selama saya mengikuti dengan sabar prosespengadilan korupsi KASUS ASABRI sampai dengan putusan dari Pengadilan Tinggi DKI, ada beberapa hal yang tidak saya mengerti bagaimana hal-hal tersebut bisa terjadi.
Hal-hal aneh tersebut adalah:
  1. Penyelidikan dan penyidikan Kasus ini dilakukan oleh Polisi Militer (PM), padahal semua tersangka dan saksi orang-orang sipil dan pensiunan, Jaksa Agung mengatakan didalam sidang Komisi III katanya perkara ini perkara koneksitas, karena saya tidak mengerti maksud dia, kami diam saja.
  2. Ide bahwa kasus ini sebagai tindak pidana Korupsi datangnya dari Hendardji selaku DANPUSPOM. Padahal sebelumnya telah diselesaikan sebagai perkara perdata mulai tahun 1997, kemudian tahun 1999 oleh Irjen Dep.Hankam dengan KAPOLRI juga telah dikeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (SP3) oleh polri pada tahun 2004.
  3. Setelah Penyidikan yang berat sebelah oleh PUSPOM, Hendarman selaku Jampidsus mengeluarkan perintah penyelidikan Kejaksaan Agung tapi dengan dasar berkas perkara hasil kerja PUSPOM sebagai awal acuan, silahkan baca hasil diskusi penyelidikan Kejaksaan Agung pada geram-subarda.blogspot.com atau www.subarda-dikorbankan.com, itu semua data dari pihak Henry Leo dan orang Dep.Hankam yang tidak menguasai persoalan.
  4. Hasil diskusi penyelidikan tersebut diangkat untuk penyidikan tersangka Subarda yang bekerjasama korupsi dengan Henry Leo. Penentuan Subarda sebagai tersangka diumumkan lewat media massa sebelum Subarda diberitahu, pengumuman tersebut dilakukan dengan wawancara Jaksa M.Salim (sekarang bermasalah) kepada wartawan. Proses penyidikan terhadap Subarda dilakukan sekali dengan menyerahkan bukti-bukti otentik. Bukti-bukti tersebut tidak dibaca, sedangkan untuk diskusi penyelidikan dipakai data dari Henry Leo. Baca www.subarda-dikorbankan.com
  5. Surat pencekalan diterima bulan Juni 2007 sedangkan pemanggilan sebagai tersangka bulan Agustus 2007. Karena Subarda tahu bahwa data-data serta bukti otentik yang dia sampaikan tidak digunakan dalam diskusi penyeledikan maka Subarda menolak dijadikan tersangka. bahkan pada pemeriksaan pertama 13 Agustus 2007 Subarda menolak tersebut tersangka dalam BAP-nya, tapi Jaksa Sriyono, Jaksa M. Salim, Jaksa Djainudin Nare serta Kemas Yahya memaksakan diri utnuk menahan Subarda  dengan pengawalan Erling dengan anak buahnya dari PUSPOM. Disini terjadi keanehan dalam proses perkara Korupsi orang sipil dikawal CPM. Penahanan dilakukan sampai sekarang sudah lebih dari 13 (tigabelas) bulan.
  6. Di dalam proses pemeriksaan sampai dakwaan ternyata jauh dari istilah praduga tak bersalah. Banyak asumsi, zuudzon, prasangka dimuat dalam dakwaan, penuntutan maupun sampai vonis. Apakah memang harus begitu dalam proses perkara korupsi? Silahkan baca di www.subarda-dikorbankan.com
  7. Banyak barang bukti yang diperlihatkan Jaksa Zainudin Arifin selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dikenali Subarda, tapi jalan terus sampai vonis dan putusan di Pengadilan Tinggi DKI. Permintaan untuk di periksa Labkrim dianggap angin saja, apa maksud Jaksa ini sampai dia merasa paling yakin benar. Baca Putusan Pengadilan Tinggi DKI di www.subarda-dikorbankan.com
  8. Dari mulai dakwaan sampai dengan Putusan Pengadilan Tinggi DKI halaman 9 disebutkan terdakwa menyerahkan Bilyet Giro sebesar sekian disertai Nota Pengantar Dinas ? selanjutnya dengan NPD nomor sekian Hnery Leo telah mengkliringkan Bilyet Giro tersebut. Kata menyerahkan saja sudah zuudzon. Siapapun yang membawa Bilyet Giro untuk dikliringkan tidak akan bisa cair apabila tanda-tangan pemilik di Bilyet Giro tidak sama dengan yang mau mengkliringkan. Walaupun disertai kuasa atau perintag apapun tidak akan bisa cair. NPD itu bukan Nota Pengantar Dinas tapi Nota Pemindahan Dana. Apabila kalau ada NPD (Nota Pemindahan Dana) menyertainya, maka sama sekali Henry Leo tidak akan bisa mengkliringkan Bilyet Giro tersebut. Tujuan pemindahan dana tersebut untuk ke BNI bukan ke Henry Leo. Ini terjadi karena Henry Leo kerjasama denganBNI dan orang BNI tidak pernah konfirmasi pada pemilik dana sesuai tercantum tanda-tangannya. Jadi Jaksa salah alamat, bukan Subarda yang kerjasama dengan Henry Leo tapi BNI. Henry Leo, BNI maupun Jaksa tidak bisa berkelit, ini sudah kesalahan fatal. Lihat www.subarda-dikorbankan.com
  9. Pengadilan Tinggi Jakarta Timur sudah berbuat salah anehnya Pengadilan tinggi DKI malah tidak pula membaca kesalahan tersebut, bahkan menetapkan seolah-olah mengesahkan apa yang diputuskan Pengadilan Tinggi Jakarta Timur telah yakin benar. Kecuali karena melihat terdakwa banyak jasanya pada Negara dan Bangsa, dikurangi hukumannya satu tahun sebagai hadiah belas kasihan. Lebih mengherankan lagi didalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI untuk Henry leo diturunkan hukumannya menjadi 4 (empat) tahun, sama denngan hukuman Subarda. Orang yang membobol uang ratusan miliar jelas-jelas adanya di BNI dihukum sama dengan orang yang dikorbankan....."ANEH kan"???
  10. Bukti transfer yang dituduhkan pada Subarda dipakai penekanan oleh Erling penyidik PUSPOM sebagai bukti telah berbuat korupsi. Ternyata didalam persidangan bukti-bukti itu tidak benar, banyak rekayasa bukti transfer dari bank tanpa validasi, banya foto copy rekayasa dan duplikasi, yang penting tidak disidik untuk apa penggunaan transfer uang tersebut. Dalam sidang sudah dijelaskan segalanya, tetapi dalam vonis dipaksakan bahwa harus mengganti sejumlah 33 miliar. Dari seluruhnya jelas keberpihakan PUSPOM, KEJAKSAAN AGUNG maupun MAJELIS HAKIM berpihak pada Henry Leo. Lihat www.subarda-dikorbankan.com
Sekarang perkara ini sudah sampai pada pembuatan Memori Kasasi yang akan diserahkan pada Yang Mulia Hakim Agung yang saya dengar sangat mengedepankan KEADILAN dan KEBENARAN. Tumpuan harapan kami pada para abdi hukum di negara kita yang kita cintai ini masih banyak yang konsisten sesuai profesinya. Semoga Allah SWT melindungi anda sekalian....Amin.

PENGADILAN KASUS ASABRI MASIH BELUM ADIL

Setelah membaca dengan teliti Putusan Pengadilan Tinggi DKI atas terdakwa H. Subarda Midjaja maka didapatkan bahwa Hakim banyak melampaui batas wewenangnya, juga banyak salah menerapkan hukum yang berlaku. Secara bahasa hukum sudah diajukan dalam Memori Kasasi yang telah disampaikan ke Mahkamah Agung lewat Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Kalau mengikuti dakwaan sampai dengan Putusan Pengadilan Tinggi DKI tuduhan korupsi bagi Subarda yang selalu tidak berubah yaitu:
  • Subarda terbukti sah dan meyakinkan telah bekerjasama dengan Henry Leo juga KabagKu Sunardjo secara berlanjut melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau Badan yang berakibat merugikan negara.
Kalau secara bahasa umum adalah:
  • Subarda menyuruh/memerintahkan setidak-tidaknya menyetujui Henry Leo mengkliringkan deposito dana BPKPR dan dijadikan agunan untuk peminjaman Cash Collateral, berturut-turut selama 3 (tiga) tahun. Karena Cash Collateral Henry Leo tidak bisa mengembalikan maka BNI men-"default" agunan Henry Leo yang berupa hasil kliring dana BPKPR. Dengan demikian deposito BPKPR hilang. Negara dirugikan sebesar 410 miliar.
Yang dimaksud menyuruh atau memerintahkan atau menyetujui adalah adanya NPD yang Jaksa dan Hakim mengartikan NPD sebagai Nota Pengantar Dinas. Pengertian mereka dengan adanya NPD berarti seolah-olah menyuruh Henry Leo mengkliringkan/mencairkan Bilyet Giro yang dia bawa ke BNI. Ditambah lagi surat permintaan DIRUT ASABRI tanggal 27 Februari 1995 agar bunga diskonto masuk ke rekening PT. WMA dimana ternyata dengan alamat rumah tinggal Henry Leo, adalah hal yang tidak masuk akal selaku Dirut ASABRI SUBARDA mengalirkan dana ke tangan Henry Leo selama 3 (tiga) tahun tanpa keuntungan pribadi baginya. Sebenarnya apabila dibaca NPD sebagai Nota Pemindahan Dana siapapun akan mengerti terutama para pejabat BNI. Diduga pada waktu Henry Leo melakukan kliring-kliring tidak pernah memperlihatkan NPD (Nota Pemindahan Dana) baru diperlihatkan setelah BNI kebobolan dan NPD diartikan Nota Pengantar Dinas (???)
Hal yang paling fatal untuk pejabat BNI waktu itu selama 3 (tiga) tahun tidak pernah konfirmasi mengenai pengkliringan Bilyet Giro milik BPKPR/ASABRI ini, apalagi tidak pernah menyatakan NPD (Nota Pemindahan Dana) karena disana tertulis jelas untuk apa dana yang tercantum di Bilyet Giro tersebut.
Didalam Berita Acara Pemeriksaan terhadap karyawan BNI yang bernama Haryadi jelas sekali alur cerita kejahatan Henry Leo dibantu para pejabat BNI. Henry Leo dengan membawa Bilyet Giro saja, datang ke BNI difasilitasi temannya pejabat BNI bernama AGUS DARYANTO melakukan kliring Bilyet Giro milik BPKPR dengan alasan seijin DIRUT ASABRI dan akan mengalir lebih banyak nantinya. Dengan bantuan para pejabat BNI Bilyet Giro cair dan menjadi atas nama Henry Leo di BNI. Dana yang sudah menjadi milik Hernry Leo tersebut, dijadikan agunan untuk mengajukan kredit Cash Collateral. Tidak sampai satu hari kredit cair. Selajutnya atas perintah Henry Leo dana hasil kredit dikirimkan/dikliringkan kemana-mana kebanyakan ke-atas nama Henry Leo sendiri didalam dan diluar negeri. Hal ini berjalan 3 (tahun), berpuluh kali kliring Bilyet Giro milik BPKPR jadi milik Henry Leo Cs telah dilakukan oleh para pejabat BNI.
Sedangkan BPKPR/ASABRI tetap menganggap yakin depositonya masuk BNI dengan diterimanya laporan bunga bank yang lebih besar dari Bank Pemerintah lainnya, juga diterima tanda-tanda terima tertulis yang sampai ke meja DIRUT dari BNI cabang Jakarta Kota. Disamping itu tiap tahun Irjen Dep.Hankam dan BPKP telah mengadakan pemeriksaan dan tidak ada temuan yang tidak benar. Rupanya semuanya diatur oleh Henry Leo dibantu orang-orang BNI selama itu.
Untuk mengelabui DIRUT ASABRI, dengan mengaku pebisnis sukses, berbuat baik menawarkan bantuan maupun bisnis. Penawaran tersebut diterima, yaitu 3 (tiga) macam bantuan yang semuanya diketahui dan direstui oleh Menhankam.
Ketiga bantuan tersebut adalah pembelian tanah seluas 22 Ha di Polonia, Medan yang berupa agunan suatu PT di Bank Yudha Bhakti, pembelian tanah untuk seluruh anggota ASABRI seluas 17,5 Ha, dan menalangi pembayaran ke Bank bagi para pengusaha yang wanprestasi dengan sertifikat agunannya semua ada di DIRUT ASABRI. Pada waktu Henry Leo mengaku telah menggunakan  dana ASABRI untuk investasi di dalam dan luar negeri, Subarda menyerahkan asset pribadinya beserta semua asset-asset ketiga bisnis tersebut ke Dep. Hankam. Ketiga bantuan dan bisnis ini dituduhkan oleh Jaksa sebagai korupsi dan Hakim memutuskan Subarda juga harus mengganti kurang lebih 33,5 miliar. Daftar bukti transfer yang diperlihatkan Jaksa banyak tanpa validasi Bank atau rekayasa dan duplikasi.
Disamping jalan cerita buat dakwaan yang berlawanan dengan jelas cerita sebenarnya dilengkapi dengan bukti-bukti yang ada, maka juga didapat daftar sita barang bukti yang salah dan tidak pernah dibaca Jaksa dan Hakim. Barang bukti no. 485 sampai dengan No. 505 salah semua, padahal barang bukti yang ada di No. 642 dan tidak pernah dibaca Jaksa dan Hakim untuk bahan pertimbangan dalam sidang.
Dari uraian diatas dapat dilihat apakah dakwaan sampai vonis Pengadilan Tinggi DKI itu sudah sampai pada keadilan dan kebenaran sesuai hukum Indonesia yang sama-sama kita hormati?
  • Siapa yang bekerjasama disini? Sudah jelas Henry Leo dengan para pejabat BNI.
  • Siapa yang melawan hukum? Juga sudah jelas Henry Leo bersama orang BNI dengan mereka yang juga telah terlibat dalam kasus ini.
  • Siapa yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau Badan? 
  • Siapa yang merugikan Negara? Uang prajurit TNI/POLRI serta PNS DepHankam, sampai sekarang masih tetap berada di BNI sebagai deposito dan belum dihitung hutang bunganya. Sampai sekarang DIRUT ASABRI atau Pelaksana Harian BPKPR belum mengeluarkan NPD (Nota Pemindahan Dana) apakah akan dicairkan atau dipindahkan. Kerugian Negara ada di BNI karena telah memberikan kredit tanpa persetujuan pemilik agunan atau menjadikan dana BPKPR menjadi dana Henry Leo tanpa dasar apapun serta memberiakn kredit dengan jaminan uang curian tersebut.
Semua proses perkara Kasus ASABRI ini tidak terjadi di kasus korupsi lainnya. Perubahan rekayasa untuk menutupi kelemahannya, mengharapkan rezeki besar tidak halal dengan menyalahkan seseorang, mengharapkan perubahan karier dengan cepat asal ada kredit point walapun merugikan orang lain dan juga banyak kelakuan lain yang menguntungkan diri sendiri tapi merusak orang lain, semuanya terjadi pada Kasus ASABRI ini. Untuk lebih lengkap keterangannya silahkan kunjungi website www.subarda-dikorbankan.com atau tangis-subarda.blogspot.com

SUBARDA MASIH DITAHAN SAMPAI SEKARANG SUDAH LEBIH DARI 13(TIGABELAS) BULAN DIJADIKAN SATU PENJARA DENGAN HENRY LEO UNTUK KEPUASAN JAKSA DAN HAKIM

Kamis, 23 Februari 2012

TELAAHAN KASUS ASABRI

Tulisan ini jangan dianggap pembelaan diri bagi Subarda, ini semata menjelaskan yang sebenarnya terjadi karena saksi yang tahu masalah dengan lengkap hanya Subarda sendiri.

A. Kalau kasus ASABRI ini mulai diusut pada saat kebijakan Menhankam pada awal 1998 dimana diputuskan  Subarda diberhentikan, dana yang diselewengkan Henry Leo dianggap dipinjam dan segera akan dibayar dengan istilah dibuat Akte No.16 Subarda tidak di ikutkan namun selalu monitor, Akte No.16 itu dibuat antara Henry Leo, Ketua BPKPR baru, Sekjen Dephankam dan lain-lain. Disebutkan PT milik Henry Leo mendapat penyertaan dana Rp.410 miliar dari ASABRI dan segera akan dikembalikan. Proses yang terjadi sejak 1995 s/d 1997 serta deposito di BNI tidak diusik-usik. Subarda karena sudah diberhentikan tidak bisa lapor polisi. Semua dianggap beres, seharusnya Subarda sudah lepas dari tuntutan hukum. Proses pengembalian dari Henry Leo tidak pernah beres diselesaikan oleh Henry Leo maupun para pejabat yang dibentuk team penyelesaian. Selama delapan tahun tidak beres karena mungkin tidak pernah memeriksa dana yang ditransfer keluar negeri. Sampailah pada Tumiyo yang punya ide sebagai pahlawan kesiangan. Libatkan Subarda untuk membayar sisa hutang Henry Leo karena telah bekerjasama membobol dana ASABRI/BPKPR, dalam pikiran Hendardji disini ada Tindak Pidana Korupsi dimana harus diperiksa mulai perkenalan Subarda-Henry Leo. Subarda sebagai anggota aktif TNI-AD telah menghilangkan uang negara sebesar Rp.410 miliar bersama Henry Leo. berarti mengusut seluruhnya dari awal, padahal Hendardji tidak tahu apa-apa dan data serta saksi sudah banyak menghilang. Dikiranya pula para petugas hukum dulu telah melindungi Subarda sampai sekarang.

B. Pengusutan dari awal sebenarnya sangat baik sebab:
  1. Proses deposito di BNI secara gamblang bisa dilihat di arsip BNI untuk disamakan dengan bukti yang dipegang Subarda (melibatkan BPK lebih baik).
  2. Proses kerjasama yang dituduhkan antara subarda dan Henry leo bisa dibuktikan sampai di Laboratorium Forensik.
  3. Proses perbankan dari mulai deposito, kredit Henry Leo dan lain-lainnya dapat dilihat benar tidaknya.
  4. Berapa deposito ASABRI/BPKPR selama 3 tahun dan berapa bunga yang diterima BPKPR.
  5. Apakah deposito itu sudah cair atau belum, bagaimana cara pencairannya.
  6. Kalau belum cair, mengapa disebut deposito sudah tidak ada lagi di BNI?
  7. Kalau deposito itu dianggap sudah dicairkan atau default, siapa yang memberi perintah dan persetujuan?
  8. Kalau deposito itu belum dibuat NPD pencairan oleh pemilik deposito berarti deposito BPKPR sebesar Rp.400 miliar masih utuh di BNI-46.
  9. BNI harus membayar kepada prajurit TNI/POLRI bunga deposito selama 11 tahun ditambah dana pokok sebesar Rp.400 miliar.
  10. Henry Leo tidak pernah diijinkan mengajukan kredit ke BNI dengan argunan deposito BPKPR, apalagi ternyata BNI tanpa konfirmasi pada pemilik dana.
  11. Subarda tidak tahu deposito di BNI dipakai agunan oleh Henry Leo karena laporan jumlah dana di BNI selalu diplaporkan KabagKu tiap bulan besrta bunga banknya.
  12. Transfer dana kerekening pribadi Subarda adalah bisnis antara Henry Leo dengan ASABRI sama sekali tidak ada hubungannya dengan proses deposito BPKPR di BNI, yaitu pembelian tanah untuk anggota di Bekasi serta tanah real estate di Medan juga menebus aset agunan yang wanprestasi dalam bisnis Cash-Collateral. Semua talangan Henry Leo berjumlah (11 M + 15 M +19 M) = Rp.45 miliar. Sedangkan seluruh aset hasil tabungan dan belum sempat dujual nilainya sejumlah Rp.60,9 miliar. Atas perintah Menhankam juga aset pribadi SUBARDA telah diserahkan senilai kuranglebih Rp.5 miliar. Seluruh aset yang diserahkan ke DepHan senilai kuranglebih Rp.66 miliar pada awal 1996 ditambah dengan dana kontan sebesar Rp.11,2 miliar hasil take over PT.BHARINTO oleh perusahaan Thailand. Diserahkan sebagai jaminan moral dari Subarda sebelum Henry Leo membayar kembali Rp.410 miliar. Ternyata aset-aset ini banyak yang telah dijual oleh oknum-oknum DEPHAN secara ilegal.
Pengusutan KPK dan BPK sangat dibutuhkan untuk menilai salah benarnya tindakan                  Hendardji-Hendarman selaku kakak-adik. Korupsi itu bukan hanya KORUPSI MATERI, namun yang paling jahat adalah KORUPSI KEKUASAAN dan KORUPSI HUKUM. Kedua kategori KORUPSI yang baru tadi mengarah ketujuan akhir ke KORUPSI MATERI juga.



ANALISA PENGUNGKAPAN ULANG KASUS ASABRI

Setelah kita melihat dan menganalisa  proses pengungkapan kembali KASUS ASABRI ini dimulai dari tindakan gegabah TUMIYO yang didalangi IYUL SULINAH dengan tujuan menuntaskan hutang Henry Leo dengan data-data direkayasa agar kalau bisa dianggap sudah lunas. TUMIYO terbius dengan penjelasan bahwa DIRUT ASABRI asetnya banyak yang harus diambil untuk melunasi hutang Henry Leo, DIRUT ASABRI, SUBARDA, kenapa dibiarkan bebas padahal kerjasama membobol duit negara katanya. Dibumbui keterangan Irjen Dephankam tahun 2000 s/d 2003 Letjen Mar (Purn) Suharto yang juga "ngawur" (penjelasan sebagai saksi), bahkan sesuai keterangan dia sebenarnya dialah yang korupsi uang negara.
Laporan Tumiyo dan Iyul Sulinah ditangkap oleh Hendardji juga dengan gegabah. Maksudnya hal ini kesempatan untuk menambah prestasi kerja, menambah popularitas dan melambungkan kakaknya merebut jabatan Jaksa Agung. Hendardji-Hendarman dengan Kasus ASABRI bersama dua KASUS TNI lainnya yaitu pembelian helikopter dari luar negeri dan Kasus TWP yang katanya koneksitas, diharapkan SBY akan menilai suksesnya pemberantasan korupsi dilakukan oleh mereka. Mereka memberikan kesan Jaksa Agung lama kurang berprestasi serta takut membasmi korupsi dilingkungan TNI. Akhirnya dua-duanya dapat promosi. Analisa ini bisa salah, namun kecenderungannya pasti demikian. Karena KASUS ASABRI ini merupakan permainan pingpong Hendardji-Hendarman, maka mapping pertama yang perlu disusun dengan rekayasa yang seperti teliti, disusun di PUSPOM berbulan-bulan. Disini belum kelihatan korupsi yang berupa sogok dan suap. Semua menghimpun data rekayasa dan mengarang fitnah untuk menjaring dan menangkap seorang jendral, karena ini bisa dapat nilai tinggi dari atasan masing-masing. Henry Leo sudah dianggap orang sendiri dan sudah pasang badan. Justru Subarda yang diupayakan untuk membayar kerugian negara, ongkos-ongkos sudah diatasi Iyul Sulinah. Kalau Erling cs, sudah yakin tentunya sebagai tentara setia pada perintah atasan (Hendardji), tapi orang-orang Kejaksaan Agung dan Pengadilan belum tentu loyal, oleh karena itu pengawalan mulai dari penyelidikan di Kejagung sampai vonis dipengadilan dilakukan Erling walaupun dia sudah naik pangkat dan jabatan diluar Jawa.
Orang-orang Kejagung, Kejaksaan Negeri Jakarta Timur dan Pengadilan Negeri Jakarta Timur sangat takut tapi percaya diri karena ini tugas yang mengandung penilaian prestasi tinggi sesuai hajatannya Jaksa Agung langsung. Jampidsus Kemas Yahya saja kalau ditanya, katanya ini adalah urusan diatas (Jaksa Agung).
Jadi, apapun yang keliru, salah, palsu ataupun aneh serta tidak masuk akal, mereka lakukan tanpa difikir agar tidak digeser dari jabatannya dan nantinya mudah-mudahan naik jabatan serta dapat penghargaan. Disamping itu tentunya dapat penghargaan. Disamping itu tentunya dapat extra ongkos atau honor. Diduga dari BNI, TAN KIAN, IYUL SULINAH atau dana Kejagung sendiri. Kami uraikan laporan diatas untuk bahan bagi bapak-bapak di KPK, BPK, KOMISI YUDISIAL, KOMISI KEJAKSAAN serta ICW dan lain-lain, mempelajari KASUS ASABRI yang sangat unik penuh dengan kekotoran dari mulai pembobolan dana ini terungkap.

LAPORAN BEDAH ULANG KASUS ASABRI

Saya MAYJEN TNI (Purn) H. SUBARDA MIDJAJA selaku MANTAN DIRUT PT. ASABRI (PERSERO) yang sudah ditahn di RUMAH TAHANAN KEJAKSAAN AGUNG lebih dari SATU TAHUN dan masih meringkuk dengan sabar, walaupun alasan penahanan dengan aturan hukum di negara kita ini masih semrawut. Saya bersumpah DEMI ALLAH bahwa laporan ini saya buat sesuai kenyataan yang ada dan langsung dirasakan serta dilihat oleh diri saya walaupun mungkin ada beberapa hal yang tertinggal untuk dilaporkan. Laporan ini tidak asal bicara atau menulis hal-hal imajinasi karangan, tapi kami lampirkan bukti-bukti otentik yang seharusnya ada di instansi yang bersangkutan. Didalam proses pengungkapan kembali kasus ASABRI yang dimulai pertengahan tahun 2006 oleh TUMIYO dari YKPP dan HENDARDJI dari PUSPOMAD dilakukan penuh dengan a'priori, kolusi dan nepotisme, diduga praktek suap serta melakukan KORUPSI KEKUASAAN dan juga YUDICIAL CORRUPTION (Korupsi Hukum). Untuk menambah bukti, sebaiknya dilakukan penyadapan telepon antara Iyul Sulinah dengan para pejabat serta aparat yang tersangkut penyelesaian Kasus ASABRI sejak 2006 s/d sekarang. Dibawah ini saya sampaikan penjelasan jalannya upaya hukum dengan perangkatnya yang bisa anda nilai sendiri. Selanjutnya juga dilaporkan analisa sederhana yang terjadi sejak awal kasus ini muncul sehingga meluas dan menyangkut banyak orang.

LAPORAN POLISI
Awalnya dari munculnya upaya hukum dalam KASUS ASABRI adalah dari laporan polisi yang disusun bersama-sama, diduga dilakukan oleh TUMIYO (Ketua YKPP), IYUL SULINAH (mengaku istri Henry Leo) serta orang-orang PUSPOM. Laporan polisi yang ditujukan ke PusPom dalam kasus ASABRI merupakan kesalahan yang disengaja, disebabkan:
  1. Polisi Militer tidak berhak memeriksa apalagi membuat berkas perkara korupsi yang dilakukan orang-orang sipil.
  2. Perkiraan Mayjen TNI (Purn) H. Subarda Midjaja pada saat menjabat Dirut ASABRI masih aktif adalah kesalahan besar dan merupakan tindakan semena-mena dari pejabat yang melakukan Korupsi Kekuasaan yaitu Hendardji Supandji selaku DANPUSPOM.
  3. Laporan tersebut seharusnya ditunjukan kepada MABES POLRI, namun hal ini tidak dilakukan karena diduga Polisi memiliki data yang lebih lengkap serta akan berlawanan dengan tujuan si-pelapor yang direkayasa (Tumiyo dan Henry Leo cs).
  4. Target dari upaya hukum ini adalah menjerat Mayjen TNI (Purn) H.Subarda Midjaja dan kembalinya danaTNI sebesar Rp. 410 miliar, sedangkan Henry Leo dianggap pasang badan. Ketiga  target itu salah karena Subarda sudah menjadi orang sipil, dana Rp. 410 miliar bukan dana TNI saja tapi juga dana POLRI dan PNS DepHankam, sedangkan Henry Leo tidak bisa pasang badan karena dana hasil curian dia diluar negeri besar sekali yang seharusnya bisa dikembalikan pada BNI atau Prajurit TNI/POLRI.
  5. Diduga rencana penyelesaian perkara ini akan dilaksanakan dengan koneksitas, namun tidak ada dasar yang kuat. Akhirnya menjadi kebohongan publik yang pernah dilakukan didepan sidang di Komisi III DPR oleh Hendarman selaku Jaksa Agung.
Laporan Polisi Militer ini dipakai dasar dalam Penyelidikan dan Penyidikan yaitu Nomor. LP-16/A-16/VIII/2006/PUSPOMAD tanggal 11 Agustus 2006.

PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN PUSPOMAD
Surat panggilan DANPUSPOMAD No.PGL/214/VIII/IDIK/2006 terhadap Mayjen TNI (Purn) H.Subarda Midjaja sebagai saksi sudah merupakan tuduhan apriori serta fitnah dan menghilangkan praduga tak bersalah, dengan penjelasan sebagai berikut:
  1. Sebagai DANPUSPOMAD Hendardji Supandji telah bisa menentukan didalam panggilan tersebut Kasus ASABRI adalah  Kasus Tindak Pidana Korupsi. Dari mana dia tahu hal itu? Mengapa tidak bertanya dulu terhadap para seniornya? Padahal kasus itu terjadi sepuluh tahun yang lalu. Mengapa dia sebagai pejabat tinggi tidak melihat atau menanyakan proses sebelumnya? Diduga untuk adanya prestasi yang menyolok dalam tugasnya Hendardji-Hendarman mengincar agar ada seorang Jenderal dituduh korupsi dan jangan sampai lepas. Oleh karena itu dibuatlah skenario bekerjasama korupsi dimana mereka sendiri sudah membuat aturab apabila kerjasama atau bersama-sama korupsi sampai dengan vonis tidak akan lepas dari jerat hukum. Bukti-bukti tidak perlu dipertimbangkan.
  2. Semua orang tahu kewenangan dia adalah sebatas tindakan hukum terhadap personil aktif TNI-AD. Hendardji disini telah melakukan "Yudicial Corruption".
  3. Pelaku tindak pindana korupsi sudah langsung dituduhkan pada H.Subarda Midjaja bersama Henry Leo. Tuduhan bekerjasama tidak pernah dikonfirmasi atau diperiksa dengan benar pada Subarda Midjaja. Hal ini diyakini untuk menjerat Subarda Midjaja dengan keterangan sepihak Iyul Sulinah serta patut diduga ada suap atau janji-janji serta bantuan nasihat atau tindakan dari kakak yang bersangkutan selaku JAMPIDSUS yaitu Hendarman Supandji. Sebagai bukti, setelah menerima penjelasan Subarda Midjaja selaku saksi, paket "bersama-sama korupsi" tetap diterapkan untuk menjerat Subarda pada aturan penyelesaian kasus Korupsi pada umumnya.
  4. Dapat dilihat pada tembusan surat panggilan yang ditandatangani hendardji Supandji hanya ditujukan kepada Irjen DepHan serta pejabat-pejabat dilingkungan TNI-AD, tidak ada tembusan ke POLRI yang sudah lama mengusut Kasus ASABRI beberapa tahun sebelumnya.
  5. Untuk menarik opini publik maka media masa diminta wawancara dengan Hendardji, Tumiyo dan Iyul Sulinah juga Henry Leo,diduga dibiayai oleh pihak Henry leo. Paling menyolok majalah GATRA beberpa kali terbit. Bisa diusut siapa yang mendanai pada edisi tanggal 16 dan 30 agustus 2006. Fitnah dan apriori lengkap ditujukan pada Subarda Midjaja oleh Iyul Sulinah dan Henry Leo. Pemeriksa di PUSPOM adalah Letkol CPM Erling dan Letkol CPM Bambang hanya sekedarnya saja, karena mereka sudah membuat mapping agar perkara ini berjalan  mulus sampai vonis di pengadilan.
  6. Ternyata tuduhan dengan data dari pihak Henry Leo yang dibuat Tumiyo dan Iyul Sulinah tetap tidak berubah sampai vonis walaupun sampai 40 saksi tidak ada yang memberatkan Subarda juga sanggahan dan bukti dari pengacara Subarda yang tidak pernah didengar oleh Jaksa Penuntut Umum dan Hakim,sebagai contoh:
  • Data-data JPU yang berasal dari PUSPOM yaitu Deposito BPKPR/ASABRI di BNI-46 semuanya berupa CD berjangka didalam NPD-nya. Yang benar adalah tahun 1995 NPD-nya pembelian CD berjangka, tahun 1996 dan 1997 berupa deposito berjangka (TD) untuk lebih aman bagi ASABRI.
PENYELIDIKAN DI KEJAKSAAN AGUNG
Berkas dari PUSPOMAD berupa hasil penyidikan, sama sekali bukan laporan seperti yang disampaikan salah seorang JPU yaitu Jaksa Zairida didalam jawaban eksepsi. Keterangan tambahan dari orang-orang BNI juga dipakai dasar dalam EXPOSE HASIL PENYELIDIKAN di Kejagung. Dalam pemeriksaan saksi persidangan mereka ternyata seharusnya dijadikan tersangka yang nyata-nyata bekerjasama dengan Henry Leo, namun Jaksa dan Hakim acuh saja, patut diduga orang BNI ikut interversi dalam persidangan seperti layaknya orang-orang Polisi Militer. Surat perintah penyelidikan Jampidsus No. Print-64/FJP/Fd.I/II/2006 ditandatangani oleh Hendarman Supandji (adik kandungnya) No. R/214/X/2006 tanggal 5 Oktober 2006 berupa Berkas Berita Acara Pemeriksaan Kasus ASABRI. Dasar hasil penyelidikan tersebut dimainkan didalam EXPOSE HASIL PENYELIDIKAN yang sejalan dengan laporan sepihak dari IYUL SULINAH dan Henry Leo. Diduga disini praktek suap dijalankan, karena keterangan dan bukti Subarda diabaikan semuanya. Perlu diketahui Jaksa-jaksa yang melakukan EXPOSE hasil Penyelidikan di Kejagung adalaha Jaksa-jaksa yang bermasalah mneyangkut BLBI malah ada yang dinon-aktifkan (Kemas Yahya, Moh.Salim, Sriyono) atau juga sebaliknya sudah dipromosikan di tempat basah (Jainudin Nare).

PENYDIKAN DAN PENAHANAN DI KEJAGUNG
Dengan berdasarkan EXPOSE HASIL PENYELIDIKAN yang direkayasa dengan memasukan keterangan Iyul Sulinah dan Henry Leo secara menyeluruh, maka ditetapkan Subarda dan Henry Leo sebagai tersangka. Tega-teganya para Jaksa bermasalah ini menyimpulkan Subarda sebagai tersangka, EXPOSE HASIL PENYELIDIKAN ini adalah hasil kerjasama orang-orang Hendardji Supandji dan orang-orang Hendarman Supandji, Henry leo tenang saja karena penipuan serta kejahatan penyuapan yang dia lakukan akan tertutup aman. Apabila nanti terbuka dia bersama Iyul Sulinah akan bernyanyi melaporkan sogokannya pada sekian banyak Jenderal dan pejabat tinggi di DepHan, BNI dan Kejagung juga Pengadilan. Pengumuman tersangka dilakukan oleh "Jaksa Bermasalah" Moh.Salim selaku Direktur Penyidikan didalam koran-koran serta media elektronik untuk menghimpun opini publik agar timbul kebencian pada Subarda. Surat Perintah Penyidikan Jampidsus No. Print 14/TTK/F.2/Fd.I/04/2007 tanggal 30 April 2007 yang ditandatangani oleh Kemas Yahya karena Hendarman Supandji sudah berprestasi naik pangkat jadi Jaksa Agung. Dalam pemeriksaan pertama dalam penyidikan di Kejagung, Subarda memohon memberikan keterangan dulu dengan bukti yang dibawa sejak 11 tahun yang lalu, namun penyidik memaksakan kehendak dengan mengajukan pertanyaan secara tertulis yang membaku tidak menanggapi maksud yang diperiksa. Bahkan langsung dilakukan penahanan sampai sekarang. Para penyidik telah menghilangkan praduga tak bersalah. Rupanya sore itu juga datang untuk menakut-nakuti para penyidik yaitu orang-orang CPM sebanyak dua mobil dipimpin Erling dengan pakaian seragam lengkap bertolak pinggang wara-wiri di Gedung Bundar. Dia hadir seolah-olah dapat restu dari prajurit TNI/POLRI serta Hendardji serta Hendarman. Siapapunpasti takut dan akan melanjutkan menuruti misi yang sudah di mapping. Penyidikan dilanjutkan selalu arahnya pada skenario yang sudah diatur dalam EXPOSE HASIL PENYELIDIKAN. Beberapa kali diajukan penangguha penahanan, semuanya tidak digubris. Rupanya Kejagung sudah membuat aturan apabila perkara korupsi, tidak akan ada penangguhan atau pengalihan status tahanan. Kecuali yang bisa menghindar dari tahana seperti Laksamana dan Tan Kian, serta beberapa lainnya yang punya azimat. Cerita mengenai penahanan di Kejagung panjang apabila diuraikan disini, dilain tempat saja nanti.

DAKWAAN
Selama penyelidikan berlangsung terjadi adanya bukti-bukti yang diperlihatkan penyidik yang diduga palsu karena Subarda tidak pernah merasa manandatangani ataupun melakukan seperti dalam bukti-bukti yang diperlihatkan pihak Henry Leo terhadap para penyidik. Subarda dan keluarga segera melaporkan hal itu ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa oleh Laboratorium Forensik. Belakangan JPU tidak mengizinkan bukti-bukti itu dipinjam, disini terlihat adanya kolusi antara pihak Henry Leo dengan JPU. Polisi dengan upaya lain mendapatkan data aslinya dan ternyata terbukti ketidakwajaran dari dokumen tersebut, setelah diperiksa Laboratorium Forensik.
Disamping itu dari dokumen lampirannya telah digunakan oleh Henry Leo untuk kejahatan dalam rangka mengalihkan bunga deposito ASABRI/BPKPR ke rekening PT.WMA tapi dengan alamat rumahnya sendiri. Jaksa sengaja menutupi hal ini dan tidak ada upaya untuk membuka kejahatan ini dalam sidang. Disini nyata sekali adaanya keberpihakan pada PUSPOM dan Henry Leo. KPK diharapkan akan mengusut kasus ini.
Setelah penyidikan selesai bundel diserahkan kepada kepada Jaksa Penuntut Umum yang sudah dibentuk sebelumnya. Dalam penyerahan dari penyidik ke JPU, Subarda diharuskan hadir, Subarda menunggu diruang ketua JPU Pribadi Suwandi. Pribadi Suwandi memberitahu Subarda bahwa "tadi Pa' Erling datang ke sini". Disini ada beberapa estimasi tentang kedatangan Erling ini, mungkin untuk pendekatan agar skenario dia bisa berjalan lancar, mungkin juga penekanan agar dakwaan harus sesuai dengan skenario awal dengan sanksi ancaman bahwa dia (Erling) atas perintah kakak beradik Supandji serta  serta misi dari prajurit TNI. Pantas saja perangai wajah Pribadi Suwandi Ketua JPU seperti penuh ketegangan dan kehawatiran dalam setiap persidangan. Dakwaan mulai keluar dan isinya kalau kita baca terkesan ngawur tapi intinya sama dengan isi EXPOSE Hasil Penyelidikan dan berkas dari PUSPOM. Kalau kita lihat pasal-pasal dakwaan yang berjejer seperti yakin Subarda Koruptor kelas kakap padahal kita tidak mengerti sama sekali. Dakwaan ini seharusnya diajukan pada tahun 1997 saat perkara ini muncul dan diusut oleh Kepolisian atas laporan DIRUT ASABRI atau Departemen Pertahanan Keamanan. Sayangnya pada saat itu DIRUT ASABRI cepat-cepat dinon-aktifkan dan Dephankam langsung membuat kebijakan bahwa dana Rp. 410 miliar dianggap  penyertaan pada perusahaan Henry Leo tanpa mengusut dana BPKPR yang didepositokan di BNI 46 cabang Jakarta Kota. Dibuatlah Akte No.16 dimana Subarda tidak diikutkan karena sudah dikeluarkan. Deposito ASABRI/BPKPR sama sekali dianggap tidak ada, padahal seluruhnya sesuai prosedur yang berlaku disemua bank pada waktu itu dan bunga depositi diterima tiap bulan sampai November 1997.
Kesalahan total oknum Dephankam dan oknum-oknum BNI sampai saat ini belum terbongkar bersama kesalahan Henry. Dakwaan ini sangat banyak kelemahannya, sudah banyak rekayasa dan skenario yang dilakukan oleh orang dan pejabat yang didekati dan dipengaruhi Henry Leo.

PERSIDANGAN DI PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR
Setelah pembacaan DAKWAAN maka diajuakan Eksepsi baik dari pribadi maupun pengacara. Eksepsi langsung ditolak dengan alasan seperti biasanya sudah menyinggung pokok perkara dan sebagainya. Pemeriksaan saksi-saksi yang jumlahnya 40 orang tidak ada yang memberikan Subarda hai ini dapat dilihat dalam DVD yang sengaja dibuat setiap persidangan. DVD ini telah beredar disetiap pejabat tinggi yang mneyangku KASUS ASABRI untuk dilihat lebih sejauh mana rekayasa skenario Hendardji-Hendarman dalam mapping perkara KASUS ASABRI. Hakim bertugas dengan serius tapi terlihat mengendalikan sidang asal aman saja (Safety First). Beberapa kali hakim menegur pengacara Subarda agar jangan banyak melibatkan BNI, terdengar suatu ancaman. Pernah Hakim lewat pengacara bicara agar jangan menolak kalau dituduh kerjasama agar bisa menjadi perkara perdata dan akan bebas. Sudah terlihat disini Hakim bukan mencari keadilan dan kebenaran, tapi mengarah pada kepentingan dirinya dalam menyelesaikan tugas negara yang sangat mulia ini. Kita selalu panggil dia yang mulia dan dia seperti ayat-ayat kitab suci yang tidak bisa dirubah. Kita tidak tahu seandainya mereka masih suka "DUGEM" dan main golf dibayari orang atau lebih jelek lagi. Sesuatu yang aneh dan lucu terjadi dalam persidngan Subarda, selalu hadir prajurit-prajurit TNI dengan bergantian. Rupanya atas instruksi Hendardji lewat Garnisun mengirim para prajurit kedalam persidangan dengan pakaian seragam TNI, malah beberapa anggota CPM lengkap bersenjata pistol. Setelah beberapa orang ditanya mengapa mereka hadir, dijawab tidak mengerti hanya diperintahkan hadir dengan uang makan lima ribu rupiah perhari sampai sidang Subarda hari itu selesai. Apakah jaman sekarang boleh mengerahkan pasukan dalam sidang pengadilan? Perlu diketahui dalam sidang perkara Henry Leo tidak pernah ada yang hadir para prajurit berseragam tersebut. Para prajurit ini diduga dikirim Hendardji dengan pelaksana lapangan Letkol Erling yang  yang hadir pada saat-saat genting. Rupanya kehadiran Erling cs bukan untuk simpati pada Subarda yang tidak salah tapi disidang, namun sebaliknya untuk menekan Jaksa dan Hakim bahwa mereka mendapat misi dari Hendardji-Hendarman yang harus seusuai skenario yaitu Subarda kerjasama dengan Henry Leo dan merugikan negara. Selanjutnya harus divonis sesuai dengan koruptor lainnya. Untuk BNI jangan diungkap walaupun kenyataannya telah melakukan kesalahan fatal.
Kesemuanya diduga untuk mengamankan dan melindungi sekian banyak orang yang terlibat termasuk untuk meringankan si-pelaku kejahatan yang telah melakukan praktek suap kemana-mana.. Setelah persidangan pemeriksaan saksi-saksi maka dibacakan penuntut JPU. Isinya menggelikan sama dengan dakwaan cuma dikurang lebih disana-sini tanpa memuat bicaranya saksi dan penjelasan pengacara dan terdakwa. Kalau para ahli hukum membacanya maka akan tertawa, kami yang bukan ahli hukum malah bingung. Kualitas Jaksa-jaksa yang menyusun tuntutan ini masih rendah, padahal perkara ini bertaraf nasional. Seperti mahasiswa yang menyusun tesis, lihat format, mencuplik sana sini, dihubung-hubungkan dan disimpulkan tuntutannya sesuai arahan induk semangnya di Kejagung. Dianggapnya yang akan dituntut ini bekas tentara bodoh, koruptor, pemakan duit prajurit, hidup kaya raya dari potongan gaji prajurit yang sudah berada dibawah garis kemiskinan. Dia dengan kawan-kawannya merasa jadi pahlawan pembela simiskin "PAHLAWAN PEMBASMI KORUPTOR". Kita mengerti sesuai omongan alasannya, "Kami ini hanya sekedar melaksanakan tugas dan perintah". Kitapun baru tahu bahwa para Hakim dan Jaksa itu tidak memiliki nurani lagi didalam tugasnya. Tahap-tahap sidang peradilan berjalan sesuai prosedur dan jadwal. Skenario yang dimapping tetap berjalan konsisten sampai vonis. Didalam hari dijatuhkannya vonis, didalam ruang sidang berkumpul lagi orang-orang CPM serta orang-orang Garnisun Jakarta. Sebelum sidang dimulai ornag-orang Formade (Forum Masyarakat Demokrat) melihat Letkol CPM Erling bicara santai diselingi ketawa dengan Ketua Majelis Hakim bernama SARPIN RIZALDI. Disini terjadi lagi intervensi penekanan atau ancaman tidak langsung pada Proses Pearadilan di negara kita yang berdasarkan HUKUM ini. Hilanglah sudah arti sumpah "MENJUNJUNG TINGGI KEADILAN DAN KEBENARAN". Kembali lagi Erling menjawab "Saya ini menjalankan tugas profesional". Kalau omongan itu terhadap Kopral yang masil aktif dan tentara musuh yang jadi tawanan, itu benar. Vonis dijatuhkan 5 tahun penjara, mengganti Rp. 34 miliar sesuai transfer yang diterima terdakwa. Disini ada lagi yang lucu yaitu tambahan penjelasan dalam vonis yaitu diputuskan mengembalikan sertifikat PLAZA MUTIARA kepada TAN KIAN, alasannya TAN KIAN sudah membayar 13 juta dolar Amerika yang dititipkan di Kejagung. Terdakwa tidak kenal TAN KIAN, tidak tahu menahu tentang sertifikat PLAZA MUTIARA, tidak tahu ada uang 13 juta dolar AS. Kenapa ada divonis terdakwa SUBARDA? Hakim dan Jaksa perlu diperiksa KPK atau Psikiater segera. Kalau mau membela TAN KIAN dan dibutuhkan adanya kekuatan yang sah dalam keputusan Hakim, jangan dimasukan dalam vonisnya Subarda dong!!!

Rabu, 22 Februari 2012

KENYATAAN YANG TERJADI DALAM KASUS ASABRI


Henry Leo (HL) merencanakan pembobolan dana BNI dengan melalui deposito BPKPR/ASABRI dilakukan dengan teliti dan memakan waktu yang cukup panjang. Perkenalan dengan DIRUT ASABRI, HL mengaku sebagai pengusaha yang banyak relasi serta menyarankan untuk depositi di BNI karena relasi dia bias memberikan bunga yang lebih tinggi dari bunga di Bank Pemerintah lainnya. HL tahu bahwa ASABRI tidak ada deposito di BNI. Sebelumnya HL juga telah mengetahui bahwa sebagian besar deposito ASABRI harus di Bank Pemerintah. Karena sejalan dengan tugas DIRUT ASABRI makan disetujui deposito di BNI dengan prosedur biasa diawali proses pelaksanaan dari KabagKu BPKPR. Sebelumnya HL menawarkan tanah untuk dibeli didaerah Cimanggis-Bogor, dan dengan sukarela dia mengurus  surat-surat jual beli dengan Notaris Hari Suprapti. Rupanya itu hanya upaya untuk mendapatkan tanda tangan dan fotocopy KTP Subarda, agar bisa digunakan pada Akte Pendirian PT.WMA yang tidak diketahui  SUBARDA. Deposito mulai masuk ke BNI dengan keterangan didalam NPD (Nota Pemindahan Dana) berupa pembelian Certificate Deposit (CD) berjangka yang menurut KabagKu sama saja dengan deposito, hanya akan dapat bunga bank yang lebih tinggi. Cara ini lancar dimana bunga bank masuk lebih besar. Setelah satu tahun berjalan untuk keamanan dalam NPD oleh DIRUT ASABRI dirubah dari pembelian CD berjangka menjadi deposito berjangka (Time Deposit/TD) seperti deposito bank lain,bunga bank tetap lancar.  Bagaimana bisa dana BNI jatuh ketangan HL? Upaya HL untuk mengalikan dana BNI ketangan dia yaitu dengan membawa NPD dan Giro Bilyet dari KabagKu Sunarjo dengan  alasan akan diserahkan ke relasinya di BNI. Seharusnya dalam aturan yang ada NPD dan Giro Bilyet itu dibawa oleh personel BNI sendiri. Walaupun dibawa HL, sebenarnya Giro Bilyet tersebut tetap aman karena alamatnya ditujukan ke BNI serta NPD-nya jelas dari Lippo ke BNI. Giro ini tidak bisa cair kecuali BNI sendiri yang mencairkan. HL ke BNI membawa Giro Bilyet serta surat persetujuan DIRUT ASABRI (palsu) untuk mengajukan kredit ke BNI dengan agunan deposito BPKPR/ASABRI. HL juga membawa persyaratan pembukaan rekening PT.WMA untuk mengalirkan bunga bnk deposito BPKPR/ASABRI ke rekening tersebut. Orang BNI cabang Jakarta Kota langsung memberikan kredit HL berpuluh-puluh miliar. Bunga deposito lancar karena setelah sampai ke rekening PT.WMA diinstruksikan oleh HL membayar bunga DAPEN ASABRI atau BPKPR/ASABRI. Deposito tetap bertambah karena sangant menguntungkan BPKPR/ASABRI. Laporan KabagKu tiap bulan lancar untuk disampaikan ke MENHANKAM, IRJEN HANKAM dan BPKP setiap tahun memeriksa dan tidak ada temuan apapun serta sehat sekali. Itulah sebabnya selama 3 tahun DIRUT ASABRI tidak tahu deposito itu diagunkan.

Sepak terjang HL di BNI sama sekali tidak diketahui DIRUT ASABRI. Lancarnya HL melakukan penipuan dan penggelapan didukung oleh orang-orang BNI serta manis mulut HL disertai dengan suap. Dimulai dengan pembuatan Akte PT.WMA, didalam persidangan terlihat ada transfer pembayaran pada Notaris Hari Suprapti sebesar Rp.11 miliar. Tentunya akte ini sangat sakti.
Kemudian dalam persidangan juga diketahui ada hal yang fatal, yaitu pengakuan dari pejabat BNI yang tidak pernah melakukan konfirmasi kepada siapapun di ASABRI/BPKPR. Uang sejumlah ratusan miliar tanpa konfirmasi? Alasannya hanya sekadar dilarang oleh HL.
Beberapa fotocopy surat yang dituduh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Subarda bahwa telah bekerja sama dengan HL,tidak disetujui oleh Jaksa Penuntut Umum untuk diperiksa Laboratorium Forensik (LABFOR) POLRI dengan alasan irasional yaitu nantinya kalau begitu semua tersangka akan minta diperiksa di LABFOR katanya.

Pembukaan rekening PT.WMA di BNI dengan berkas yang banyak cacatnya, diantaranya:
  •  Akte tersebut sama sekali tidak diketahui Subarda.
  •  Pengisian formulir bank atas nama DIRUT ASABRI tetapi tanpa stempel ASABRI.
  • Alamat PT.WMA tidak sesuai dengan Domisili PT.WMA tetapi di Jl.Tiang Bendera (rumah tinggal   Henry Leo)
  • Pembukaan rekening PT.WMA dilakukan sebelum SIUP dan TDP terbit, apalagi ijin Menteri Kehakiman baru diajukan lima bulan sejak dibuatkan akte tersebut.
Beberapa fotocopy surat yang dituduh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Subarda bahwa telah bekerja   sama dengan HL, tidak disetujui oleh Jaksa Penuntut Umum untuk diperiksa Laboratorium Forensik (LABFOR) POLRI dengan alasan irasional yaitu nantinya kalau begitu semua tersangka akan minta diperiksa di LABFOR katanya.Komunikasi diluar deposito di BNI antara HL dengan DIRUT ASABRI selama tahun 1995 sampai dengan 1997 baik-baik saja tanpa mencurigakan dalam perangainya HL. Bahkan HL membantu bisnis ASABRI untuk keuntungan bersama. Bisnis pertama pembelian tanah di Medan dekat lapangan terbang Polonia adalah agunan suatu perusahaan di Bank Yudha Bhakti yang tidak bisa dibayar tapi nilainya tinggi, dibeli HL seharga Rp. 11 miliar lewat rekening Subarda dan dilanjutkan ke Bank Yudha Bhakti. Diharapkan nantinya dapat dijual dengan harga dua kali lipat. Sertifikat aset tersebut dititipkan HL di BPKPR. Bisnis kedua pembelian tanah untuk perumahan seluas 7,8 Ha ditempat strategis di pinggir tol. Karena tidak cukup apabila dibagikan kepada seluruh anggota, maka harus membeli yang lebih luas dengan secara bertahap transfer dana ke rekening Subarda sebesar Rp. 15 miliar dan dihasilkan tanah seluas 17,5 Ha dan sudah dibagikan kepada seluruh anggota. Sertifikat tanah yang 7,8 Ha juga masih ada di BPKPR. Bisnis ketiga HL diminta untuk membantu membayar hutang-hutang para pengusaha yang wanprestasi di Bank Exim dalam pinjaman Cash Collateral karena agunan mereka yang ada di ASABRI nilainya jauh lebih besar. Diharapkan memberikan keuntungan bersama antara HL dan ASABRI. Bantuan tersebut dibayarkan Bank Exim sejumlah ± Rp.  19 miliar. Seluruh sertifikat yang wanprestasi dipegang DIRUT ASABRI. Transfer dana untuk ketiga bisnis tersebut, Subarda sama sekali tidak tahu darimana asal usulnya. Seluruh sertifikat dari aset-aset tersebut belum ada yang terjual, setelah ada kejadian bahwa HL telah menggelapkan deposito BPKPR/ASABRI maka seluruhnya diserahkan ke DEPHAN lewat RoPam sebagai jaminan moral ditambah penyerahan aset pribadi yang diperintahkan MENHANKAM.


Rupanya HL merasa berat membayar bunga deposito yang seharusnya dibayar BNI ke BPKPR/ASABRI. Akhirnya pembayaran bunga deposito dari BNI macet, rupanya terbukti dalam persidangan seluruh bunga deposito itu dibayarkan oleh HL walaupun transfernya lewat BNI. Setelah macet dan menunggak, KabagKu menanyakan ke BNI ternyata malah dia disuruh Tanya ke HL. HL baru laporan ke DIRUT ASABRI bahwa dana ASABRI/BPKPR digunakan dia untuk investasi diluar dan didalam negeri. Disini DIRUT ASABRI baru tahu dan terpukul, langsung minta pertanggungjawaban HL. HL menyerahkan beberapa kepemilikan saham di beberapa perusahaan dalam negeri yang kurang berharga. Didalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur baru diketahui bahwa kredit HL ke BNI macet dan BNI men-default deposito BPKPR/ASABRI. Pada waktu itu DIRUT ASABRI tidak pernah tahu atau dikonfirmasi dari BNI. Sedangkan HL sendiri rupanya menyembunyikan hal ini dengan segala cara. DIRUT ASABRI tidak pernah membuat NPD pencairan deposito satu sen pun. Bagaimana BNI bisa mencairkan deposito padahal bunga bank BNI masih diterima sampai bulan November 1997. Tanpa perjanjian dan komitmen apapun dengan BPKPR/ASABRI, BNI telah dengan mudah mencairkan deposito DAPEN ASABRI. Di sini BNI telah melanggar hokum perbankan dan berarti deposito BPKPR/ASABRI seluruhnya sebesar Rp. 400 miliar masih utuh di BNI, bahkan bunga deposito selama  ± 11 tahun harus dibayar. Sewaktu DIRUT ASABRI bersama KabagKu meneliti dana yang dikatakan dipakai HL, rupanya HL cepat-cepat lapor ke MENHANKAM bahwa dana itu dipakai HL dengan persetujuan Subarda. MENHANKAM tanpa mengusut dulu deposito BPKPR/ASABRI di BNI memutuskan untuk memberhentikan Subarda sebagai DIRUT ASABRI dan Pelaksana Harian BPKPR. Dengan demikian Subarda tidak bisa lagi melaporkan penipuan HL kepada pihak yang berwajib, apalagi MENHANKAM memerintahkan agar Subarda jangan bicara kemanapun.

Peristiwa sepak terjang HL mulai tahun 1995 sampai dengan 1997 dengan kebijaksanaan MENHANKAM ini terkubur sampai sekarang. Kebijaksanaan MENHANKAM itu menurut Subarda melanggar hukum karena pembobolan dan penipuan tidak boleh langsung dianggap sebagai penyertaan terhadap perusahaan HL. Katanya mereka membuat AKTA No.16 diganti AKTA No. 30 tanpa mengikutsertakan Subarda. Juga dengan melibatkan BNI membuat cara pembayaran dengan SBLC pada tahun 1998 dan tahun 1999. Katanya sudah cair Rp. 150 miliar. Namun sepengetahuan Subarda sampai sekarang dana Rp. 410 miliar itu belum kembali (apabila dianggap pengembalian ke BPKPR/ASABRI). Apabila kembali diusut mulai tahun 1995 makan yang dibobol adalah dana BNI dimana kebobolan tersebut dikarenakan kerjasama HL dengan orang-orang BNI. Kebijaksanaan MENHANKAM dalam merubah penipuan/pembobolan oleh HL menjadi penyertaan di perusahaan HL adalah melanggar hokum. Ide dan saran siapa kebijaksanaan MENHANKAM tersebut? Hanya Almarhum Jendral TNI (Purn) Edy Sudrajat mungkin yang mengetahuinya.





Senin, 20 Februari 2012

HUKUMAN UNTUK MEMBAYAR UANG PENGGANTI "KASUS ASABRI"

Didalam vonis Hakim di PN JAKARTA TIMUR dinyatakan menjatuhkan pidana penjara selam 5 (tahun), denda sebesar Rp.30.000.000 apabila tidak dibayar dengan kurungan 6 (Enam) bulan. Juga menghukum uang pengganti sebesar Rp.33.686.925.000. Jumlah Rp.33,6 miliar tersebut berasal dari data yang disodorkan JPU dimana terdakwa telah menerima transfer ke rekening pribadinya sebesar Rp.34.320.425.000 dikurangi katanya terdakwa telah membayar kembali sebesar Rp.633.500.000. Kalimat telah membayar kembali Rp.633.500.000 tidak ada dasar sebelumnya. Diduga Jaksa dan Hakim untuk menekankan bahwa terdakwa mengakui menerima transfer untuk pribadinya berusaha untuk membayar kembali. Dalam sidang tidak pernah diperbincangkan masalah ini. Didalam persidangan terdakwa telah meminta agar daftar transfer tersebut diperiksa validasi dari Bank Pengirim dan bukti transfer yang berupa fotocopy maupun aslinya diperiksa yang berwajib. Terdakwa menduga banyak bukti transfer yang direkayasa, apalagi transfer tersebut sudah lewat 12 tahun yang lalu dan didapatkan dari pihak Henry Leo dan BNI. Tanpa dipelajari serta dipertimbangkan oleh Hakim dan Jaksa langsung dijadikan beban terdakwa. Sesuai data dalam BAP saksi HARYADI selaku karyawan BNI, selain daftar kredit yang dilakukan HL pada BNI cabang Jakarta Kota juga transfer kemana saja kredit tersebut disalurkan. Ternyata hasil kredit tersebut disalurkan dan ditransfer kemana-kemana kedalam dan keluar negeri. Perintah HL melakukan transfer hasil kredit di BNI cabang Jakarta Kota secara sepintas dapat ditemukan perincian secara global:

- Keluar Negeri dengan tujuan rekening a.n HL sendiri:
    
  • Ke BNI Hongkong Dll sebesar ( Rp. 94 miliar )
  • Ke Singapura sebesar ( Rp. 51 miliar )
  • Ke lain-lain tempat juga a.n HL ( Rp. 57 miliar )
          jumlah transfer Keluar Negeri    Rp. 202 miliar

- Ke Bank Centris dengan tujuan rekening a.n HL sendiri berjumlah Rp.87 miliar.
- Ke Ke Notaris Hari Suprapti lewat Bank Centris berjumlah Rp. 13,5 miliar.
- Ke Terdakwa Subarda Midjaja sebesar Rp.19 miliar.
- Ke Tempat lain-lain.

Transfer kerekening pribadi Subarda Midjaja bukan untuk kepentingan pribadi, tapi untuk menampung dana non bujetir dan pembelian tanah anggota serta tanah di Polonia Medan. Darimana Bank mana transfer itu dikirim? Terdakwa Subarda tidak tahu-menahu, hanya diketahui dana sudah masuk ke rekening tersebut dari Henry Leo atas laporan KabagKU Sunarjo. Transfer dari BNI ke Rekening Pribadi Subarda sesuai data diatas ternyata hanya sebesar Rp.19 miliar, sedangkan tuduhan JPU sesuai daftar dalam dakwaan adalah sebesar Rp.34.795.500.000. Daftar dakwaan ini banyak yang tanpa validasi dari Bank Pengirim atau duplikasi. Setelah diadakan penelitian satu persatu transfer tersebut yang benar-benar valid hanya sebesar Rp.24.410.425.000.

Dalam dakwaan JPU, terdakwa dianggap merugikan negara adalah sebesar:

  • Pembelian tanah anggota seluas 7,8 Ha ( Sebesar Rp.15.000.000.000 )
  • Pembelian tanah di Polonia Medan Seluas 22 Ha  ( Sebesar Rp.11.000.000.000 )
  • Membayar mitra usaha yang wanprestasi  ( Sebesar Rp.19.258.164.059 )
         Jumlah seluruhnya  Rp.46.258.164.059

Untuk pembayar mitra usaha  yang wanprestasi ada perimcian transfer untuk tiap-tiap PT, sedangkan untuk pembelian tanah anggota serta tanah di Medan dengan sendirinya sudah masuk didalam dakwaan JPU yang senilai Rp.34 miliar tadi. Terdakwa Subarda Midjaja pada awal 1998 telah menyerahkan sesuai perintah, aset-aset semua yang masih ada di BPKPR dan belum terjual, selaku jaminan moral atas dana yang digunakan HL sebelum dana  BPKPR tersebut kembali.

Perincian aset-aset tersebut sesuai bukti yang ada:

              - Sertifikat Tanah anggota ASABRI seluas 7,8 Ha      
                ( Senilai    Rp.15.000.000.000 )
              - Sertifikat Tanah di Medan hasil NPL                      
                ( Senilai    Rp.11.000.000.000 )
              - Aset pribadi Subarda diserahkan sesuai perintah Menhankam diperkirakan                  
                ( Senilai Rp. 5.000.000.000 )
              - Semua sertifikat agunan yang diserahkan mitra usaha
                ( Senilai    Rp.33.900.000.000 )
              - Hasil penjualan saham PT.Bharinto Ekatama            
                ( Sebesar  Rp.11.200.000.000 )
                Jumlah seluruhnya senilai  Rp.76.100.000.000 
               * ( Bukti-bukti seluruhnya ada )

Apabila Hakim didalam vonisnya menghukum harus membayar uang pengganti Rp.33.686.925.000 maka terdakwa Subarda berhak menggambil kembali ke DepHan jaminan tersebut senilai Rp.76.100.000.000 karena tidak ada kewajiban apapun dari terdakwa kepada DepHan. Apabila terdakwa Subarda harus mengganti karena terbukti ada transfer ke rekening pribadinya dari BNI atas nama Henry Leo, maka mereka yang menerima transfer dari BNI juga harus mengganti, karena Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) menganggap kerugian negara tersalur dari BNI. Daftar dibawah ini yang harus mengganti sesuai Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) Haryadi dari BNI :


Menurut rekening PT. Wibawa Murni Abadi  yang dibuka oleh Henry Leo, menggunakan alamat rumah tempat tinggal Henry Leo. Dengan demikian rekening tersebut sama saja dengan rekening pribadi Henry Leo. Dengan demikian pula penerima Henry Leo dengan total Rp.546.942.681.586 disalurkan dari hasil kredit BNI 46. Sesuai data di BNI cabang Jakarta Kota, ternyata agunan kredit Henry Leo bukan deposito BPKPR/ASABRI tapi sertiplus dan deposito milik Henry Leo cs. Darimana sertiplus dan deposito Henry Leo cs itu berasal? kita tidak tahu pasti, karena CD berjangka dan Deposito berjangka milik BPKPR/ASABRI masih tetap berada di BNI 46 dan bunga deposito tiap bulan lancar. BPKPR/ASABRI tidak pernah mencairkan deposito tersebut sampai sekarang. Direktur Utama ASABRI tidak pernah membuat Nota Pemindahan Dana ( NPD ) untuk pencairan deposito tersebut, apalagi Direktur Utama ASABRI tidak pernah memberi izin apapun termasuk meng-agun-kan deposito, diduga rekayasa agunan tersebut adalah milik  Henry Leo cs padahal tidak ada secara nyata, dengan demikian kredit Henry Leo tanpa agunan sama sekali, hal ini berarti seluruh kredit Henry Leo menjadi kerugian negara yang mengalir terus menerus dengan kerjasama para pejabat BNI 46 dengan Henry Leo. JPU mendakwa Subarda telah kerjasama Korupsi sehingga merugikan negara. Keuntungan apa yang didapat oleh Subarda sehingga tega membobol duit negara yang dia cintai dan dia perjuangkan selama hidupnya? Data-data diatas menunjukkan adanya fitnah, pembunuhan karakter serta menghancurkan nama baik Subarda Midjaja. Hakim telah membuat vonis sama dengan dakwaan Jaksa tanpa memeriksa data-data yang menyolok bertolak belakang dengan dakwaan. Kita tidak mengerti apakah memang prosedur yang berlaku harus demikian dalam pengadilan di negeri kita ini.

Jumat, 17 Februari 2012

JAWABAN ATAS DAKWAAN


1.   Didalam kasus posisi dari EXPOSE HASIL PENYIDIKAN KASUS PENYALAHGUNAAN DANA PT.ASABRI/BPKPR KEJAKSAAN AGUNG (terlampir) dimulai dengan kalimat: SM secara bertahap (1995-1997) telah menggunakan dana (deposito) PT.ASABRI dan BPKPR sebagai JAMINAN YANG DIAJUKAN PIHAK LAIN (Henry Leo) di BNI-46 cabang kota.


  •    Dalam keterangan saksi Haryadi dari BNI-46 jaminan kredit Henry Leo adalah sertiplus dan deposito milik HL BUKAN deposito PT.ASABRI dan BPKPR (periksa BAP Haryadi serta data di BNI-46 cabangkota).
  •       Yang benar adalah pembelian CD berjangka serta deposito berjangka BPKPR/ASABRI dimana Giro Bilyet yang dia bawa bias cair tanpa konfirmasi dan tidak membaca NPD (Nota Pemindahan Dana). Setelah terjadi atas nama HL, kredit cash collateral dikucurkan kepada HL secara berturut-turut sesuai banyaknya pencairan kliring Giro Bilyet milik BPKPR/ASABRI. 
  •    Tidak ada penjaminan dari PT.ASABRI/BPKPR berarti tidak ada persetujuan Dewan Komisaris PT.ASABRI juga tidak ada persetujuan DIRUT ASABRI.
  •     Pelunasan kredit HL karena “default” dengan mengevakuasi deposito milik PT.ASABRI/BPKPR adalah salah besar,karena harus ada Nota Pemindahan Dana (NPD) baru. Yang dievakuasi adalah deposito ASABRI/BPKPR sesuai NPD masih tetap di BNI-46 cabang Kota.

  2. Dakwaan bahwa terdakwa mengeluarkan Surat Pencairan Bilyet Deposito dan diserahkan kepada HL     untuk dicairkan.
  •      Surat pencairan itu namanya Nota Pemindahan Dana.
  •     Surat berupa NPD beserta Bilyet Deposito tidak mungkin diserahkan langsung kepada HL, karena setelah ditandatangani DIRUT harus di stempel di SPRI langsung dibawa ke BagKU dilantai yang berbeda untuk proses penomoran dll. Tidak mungkin ada perintah dibawah tangan pada KabagKU atau siapapun karena NPD beserta Bilyet Deposito atau Bilyet Giro tidak dapat dipisahkan. Tidak bisa dicairkan oleh HL karena NPD menunjukan kemana dana itu pindah.
   3. Dakwaan bahwa terdakwa menyerahkan 18 (delapan belas) lembar Bilyet Giro milik PT.ASABRI dan   Dapen  ASABRI disertai dengan Nota Pengantar Dinas (NPD). Henry Leo telah mengkliringkan Bilyet Giro tersebut.
  •      Sesuai Nota Pemindahan Dana yang diartikan Jaksa dan Hakim Nota Pengantar Dinas, maka yang berhak mengkliringkan adalah BNI untuk deposito berupa pembelian CD berjangka. Dana itu rupanya masuk ke Cabang Kota tidak melakukan konfirmasi pada PT.ASABRI/BPKPR/Dapen ASABRI. Dengan demikian dana berpindah menjadi milik HL dengan bantuan BNI. Saksi-saksi BNI dalam di Pengadilan Negeri mengakui tidak konfirmasi seluruhnya hingga berjumlah Rp.400.000.000.000 (empat ratus miliar rupiah). Rupanya seluruh NPD tidak diperlihatkan pada BNI pada waktu itu. Jaksa dan Hakim malah menganggap bahwa NPD (Nota Pengantar Dinas) adalah instruksi atau perintah, dimana si pembawa berhak mengkliringkan Giro Bilyet yang dibawa siapapun.
   4.Dakwaaan bahwa terdakwa menyerahkan sejumlah Bilyet Giro secara langsung atau memerintahkan SOENARDJO KabagKU dengan dibuat tanda terima yang ditandatangani Henry Leo juga disertai Nota Pengantar Dinas (NPD)

  •     NPD bersama Giro Bilyet seharusnya diserahkan pada  petugas Bank yang bersangkutan. Perlu diketahui ASABRI/BPKPR mendepositokan dana tidak hanya di BNI, tapi di puluhan Bank lain baik Bank milik Pemerintah maupun Bank Swasta. Namun siapapun yang membawa NPD bersama Giro Bilyetnya, tidak akan bias mencairkan apalagi mengkliringkan.
  •      Terdakwa selaku DIRUT tidak mungkin memerintahkan KabagKU apalagi langsung karena NPD dan Giro Bilyet tersebut tidak mingkin lagi kembali kemeja DIRUT. Terdakwa selaku Dirut baru tahu bahwa semua NPD (Nota Pemindahan Dana) beserta Giro Bilyet diserahkan KabagKU kepada HL pada saat 2 (dua) tahun kemudian (1999) saat diperiksa Direktorat Reserse Mabes Polri. Saksi-saksi dalam sidang Pengadilan Negeri antara lain Rahmawati selaku staf keuangan dan Edy Sudarso selaku SPRI DIRUT telah menjelaskan hal tersebut.
   5. Dakwaan bahwa mengambil kredit cash collateral atas nama Henry Leo di BNI cabang kota  sepengetahuan terdakwa .

  •       Hal ini hanya asumsi dan perkiraan Jaksa. Terdakwa tidak tahu sama sekali. Kredit Henry Leo di BNI dengan jaminan yang digunakan adalah milik dia sendiri hasil dari pencurian/pembobolan mengkliringkan Giro Bilyet milik BPKPR/ASABRI dibantu para pejabat BNI menjadi atas nama Henry Leo.
   6. Dakwaan bahwa tahun 1996 terdakwa dan Soenardjo menyerah lagi 25 (dua puluh lima) lembar Bilyet Giro senilai Rp.255.000.000.000 (dua ratus lima puluh lima miliar rupiah) disertai Nota Pengantar Dinas.

·   Perlu diketahui NPD (Nota Pemindahan Dana) mulai 1996 berupa deposito berjangka.
Lihat:
a)    Pada daftar barang bukti hal 87-91 dalam dakwaan primair.
b)  Pada daftar barang bukti hal 132-137 dalam salinan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
c)  Pada daftar barang bukti hal 185-190 dalam putusan Pengadilan tinggi DKI.
Daftar a,b,c diatas memeuat data-data yang salah yaitu barang bukti no. 485 s/d No. 505. Diduga data tersebut didapat dari Henry Leo atau orang DepHan yang tidak tahu permasalahannya.
Daftar tadi seharusnya berisi penyertaan Deposito berjangka bukan pembelian CD.
Daftar yang benar ada pada barang bukti No. 642
  •      Siapapun yang menyerahkan dan siapapun yang membawa NPD beserta Giro Bilyet, dana tersebut tidak akan cair pada pihak lain, kecuali yang tertulis pada NPD dan Giro Bilyet. Mengkliringkan Giro Bilyet dengan bantuan BNI adalah suatu tindakan yang gegabah dan seolah-olah Henry Leo mencuri tapi dianggap legal oleh BNI.