Kamis, 23 Februari 2012

TELAAHAN KASUS ASABRI

Tulisan ini jangan dianggap pembelaan diri bagi Subarda, ini semata menjelaskan yang sebenarnya terjadi karena saksi yang tahu masalah dengan lengkap hanya Subarda sendiri.

A. Kalau kasus ASABRI ini mulai diusut pada saat kebijakan Menhankam pada awal 1998 dimana diputuskan  Subarda diberhentikan, dana yang diselewengkan Henry Leo dianggap dipinjam dan segera akan dibayar dengan istilah dibuat Akte No.16 Subarda tidak di ikutkan namun selalu monitor, Akte No.16 itu dibuat antara Henry Leo, Ketua BPKPR baru, Sekjen Dephankam dan lain-lain. Disebutkan PT milik Henry Leo mendapat penyertaan dana Rp.410 miliar dari ASABRI dan segera akan dikembalikan. Proses yang terjadi sejak 1995 s/d 1997 serta deposito di BNI tidak diusik-usik. Subarda karena sudah diberhentikan tidak bisa lapor polisi. Semua dianggap beres, seharusnya Subarda sudah lepas dari tuntutan hukum. Proses pengembalian dari Henry Leo tidak pernah beres diselesaikan oleh Henry Leo maupun para pejabat yang dibentuk team penyelesaian. Selama delapan tahun tidak beres karena mungkin tidak pernah memeriksa dana yang ditransfer keluar negeri. Sampailah pada Tumiyo yang punya ide sebagai pahlawan kesiangan. Libatkan Subarda untuk membayar sisa hutang Henry Leo karena telah bekerjasama membobol dana ASABRI/BPKPR, dalam pikiran Hendardji disini ada Tindak Pidana Korupsi dimana harus diperiksa mulai perkenalan Subarda-Henry Leo. Subarda sebagai anggota aktif TNI-AD telah menghilangkan uang negara sebesar Rp.410 miliar bersama Henry Leo. berarti mengusut seluruhnya dari awal, padahal Hendardji tidak tahu apa-apa dan data serta saksi sudah banyak menghilang. Dikiranya pula para petugas hukum dulu telah melindungi Subarda sampai sekarang.

B. Pengusutan dari awal sebenarnya sangat baik sebab:
  1. Proses deposito di BNI secara gamblang bisa dilihat di arsip BNI untuk disamakan dengan bukti yang dipegang Subarda (melibatkan BPK lebih baik).
  2. Proses kerjasama yang dituduhkan antara subarda dan Henry leo bisa dibuktikan sampai di Laboratorium Forensik.
  3. Proses perbankan dari mulai deposito, kredit Henry Leo dan lain-lainnya dapat dilihat benar tidaknya.
  4. Berapa deposito ASABRI/BPKPR selama 3 tahun dan berapa bunga yang diterima BPKPR.
  5. Apakah deposito itu sudah cair atau belum, bagaimana cara pencairannya.
  6. Kalau belum cair, mengapa disebut deposito sudah tidak ada lagi di BNI?
  7. Kalau deposito itu dianggap sudah dicairkan atau default, siapa yang memberi perintah dan persetujuan?
  8. Kalau deposito itu belum dibuat NPD pencairan oleh pemilik deposito berarti deposito BPKPR sebesar Rp.400 miliar masih utuh di BNI-46.
  9. BNI harus membayar kepada prajurit TNI/POLRI bunga deposito selama 11 tahun ditambah dana pokok sebesar Rp.400 miliar.
  10. Henry Leo tidak pernah diijinkan mengajukan kredit ke BNI dengan argunan deposito BPKPR, apalagi ternyata BNI tanpa konfirmasi pada pemilik dana.
  11. Subarda tidak tahu deposito di BNI dipakai agunan oleh Henry Leo karena laporan jumlah dana di BNI selalu diplaporkan KabagKu tiap bulan besrta bunga banknya.
  12. Transfer dana kerekening pribadi Subarda adalah bisnis antara Henry Leo dengan ASABRI sama sekali tidak ada hubungannya dengan proses deposito BPKPR di BNI, yaitu pembelian tanah untuk anggota di Bekasi serta tanah real estate di Medan juga menebus aset agunan yang wanprestasi dalam bisnis Cash-Collateral. Semua talangan Henry Leo berjumlah (11 M + 15 M +19 M) = Rp.45 miliar. Sedangkan seluruh aset hasil tabungan dan belum sempat dujual nilainya sejumlah Rp.60,9 miliar. Atas perintah Menhankam juga aset pribadi SUBARDA telah diserahkan senilai kuranglebih Rp.5 miliar. Seluruh aset yang diserahkan ke DepHan senilai kuranglebih Rp.66 miliar pada awal 1996 ditambah dengan dana kontan sebesar Rp.11,2 miliar hasil take over PT.BHARINTO oleh perusahaan Thailand. Diserahkan sebagai jaminan moral dari Subarda sebelum Henry Leo membayar kembali Rp.410 miliar. Ternyata aset-aset ini banyak yang telah dijual oleh oknum-oknum DEPHAN secara ilegal.
Pengusutan KPK dan BPK sangat dibutuhkan untuk menilai salah benarnya tindakan                  Hendardji-Hendarman selaku kakak-adik. Korupsi itu bukan hanya KORUPSI MATERI, namun yang paling jahat adalah KORUPSI KEKUASAAN dan KORUPSI HUKUM. Kedua kategori KORUPSI yang baru tadi mengarah ketujuan akhir ke KORUPSI MATERI juga.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar