Rabu, 29 Februari 2012

DALAM KASUS KORUPSI ASABRI JAKSA DAN HAKIM TIDAK MELIHAT BUKTI-BUKTI YANG SEBENARNYA

NIKMAT DAN DERITA DIRUTAN KEJAGUNG

Sudah lebih dari 13 (tiga belas) bulan Subarda ditahan di Ruang/Rumah Tahanan Kejaksaan Agung. Ternyata ditahan/dibui/dipenjara itu tidak hanya derita yang dirasakan, tapi dirasakan juga kenikmatan yang luar biasa.
Kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT adalah menyerahkan diri kepada-Nya dengan melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya. Shalat lima waktu dengan khusyu, apalagi nikmat shalat malam hari tanpa gangguan, lengkap dengan dzikir sebagai anjuran sanak keluarga yang bermakna didalam buku-buku agama yang diterima. Nikmatnya bukan main. Kalau anda ingin merasakan, coba minta ditahan walaupun tidak korupsi seperti Subarda. Kenikmatan seperti itu sangat langka dirasakan didunia bebas.
Derita yang dirasakan tentunya lebih dari kenikmatan yang disebut diatas. Mungkin anda mengira ditahan itu enak saja, diberikan ruang tidur, diberikan ransum dari Negara, Listrik dan Air tidak bayar. Kenyataannnya tidak begitu. Pertama, langsung dirasakan harga diri serta nama baik hancur. Dirasakan bukan saja oleh diri sendiri, tapi yang lebih parah anak isteri dan keluarga besar disegala lingkungan tercemar. Lebih sedih lagi Subarda merasa tidak bersalah dipaksakan oleh  beberapa gelintir orang untuk masuk tahanan.
Kagiatan apapun yang dilakukan keluarga selalu ada kesan penghinaan atau sindiran cemoohan. Apalagi di lingkungan usaha dan handai-taulan menjadi bahan gunjingan ditambah bumbu-bumbu yang menyakitkan. Ini pasti dirasakan yang sama oleh mereka yang telah, sedang atau akan bernasib sama seperti Subarda. Ternyata juga ditahan itu sangat menyedot biaya besar. Apalagi yang ditahan ini para pensiunan yang sudah tidak berpenghasilan, yang sebelumnya punya usahapun bangkrut semuanya tidak terurus.
Untuk apa saja biaya itu? Ada dua bagian yaitu intern dan ekstern, untuk biaya intern tidak kita bicarakan dulu, yang ekstern adalah biaya bolak-balik bezuk dan antar makanan, biaya resiko dirumah karena tidak ada income, biaya sekian pengacara, biaya waktu sidang-sidang dsb. Darimana biaya itu? Aset pribadipun sudah diperintahkan pada tahun 1997 untuk diserahkan ke Dep. Hankam, yang kabarnya banyak dijualin oleh para petugas. Terpaksa menggadaikan atau menjual semua aset yang ada, baik aset warisan keluarga maupun aset hasil keringat 32 tahun mengabdi pada Negara. Bahkan perhiasan anak isteri habis dijual. Kalaupun akan memdapatkan kebebasan nanti maka kemungkinan Subarda tetap tidak akan bahagia karena akan dililit hutang yang sangat besar.
Baru pada bulan puasa ini Subarda menemukan sendiri bukti-bukti rekayasa maupun permainan kotor didalam jalannya pengadilan, baik di pengadilan Negeri Jakarta Timur maupun di Pengadilan Tinggi DKI. Mudah-mudahan di Mahkamah Agung bisa membaca dan melihat kebenaran dan keadilan yang didambakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Kalau tidak, kepada siapa lagi ini harus disampaikan. Di dalam shalat Taubat selalu Subarda berdoa memohon kepada Allah SWT, agar derita ini segera diakhiri dan berikanlah hukuman yang setimpal pada mereka yang telah berbuat dholim terhadap sesama.

SAYA SUDAH BILANG..................

Saya sudah bilang berkali-kali dari dulu-dulu bahwa saya tidak bersalah. Dia yang berbuat dan dia juga yang mengaku kesalahannya dan dia tumpahkan kesalahannya pada banyak orang untuk menutupi atau mengurangi resiko kejahatannya. Secara pribadi tidak ada kejelekan apa-apa antara saya dengan Henry Leo. Anda juga semua tahu bagaimana perangai dan sikapnya terhadap semua orang. Tetapi didalam akal dan pikiran dan niatnya tidak disangka mengakibatkan bahaya lebih ngeri dari taring ular berbisa. Mungkin itu kemampuan yang dia miliki untuk usaha kehidupannya. Kita maklumi semua orang punya cara sendiri untuk nafkah kehidupannya. Hanya harus kita waspadai jangan sampai kita ketemu orang itu lagi, amit-amit.
Tinggal dia harus terima hukuman yang wajar tanpa bantuan rekayasa lagi dari aparat hukum yang objektif. Saya sudah diperingatkan jangan sampai anda terjerumus dengan harapan dapat sekarung uang atau kenaikan pangkat dan jabatan serta pujian dengan berbuat atau tidak berbuat sesuatu untuk menghindari keadilan dan kebenaran.
Sekarang bagi anda yang tersangkut, tinggal menunggu kebijakan dari pimpinan atau aparat yang bijak juga. Setelah melalui dua majelis hakim, baik di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, maupun di Pengadilan Tinggi DKI, baru diketahui dengan jelas adanya rekayasa pemaksaan kehendak untuk mengorbankan saya. Saya ikut proses hukum di Indonesia ini, walaupun saya baru tahu, ternyata banyak peluang-peluang dari pelaksana hukum yang kita muliakan untuk berbuat seenak dengkulnya dengan lindungan Undang-Undang, Pasal ini, pasal itu dsb. Banyak materi yang diabaikan untuk melindungi maksud dia agar selaras dengan pokok-pokok rangkaian dakwaanya seperti Yungto pasal sekian, Yungto dsb. Bahasa hukumnya keren dengan istilah-istilah bagi saya membingungkan, tapi di balik itu ada sesuatu yang tersembunyi yang kita tidak mengerti tapi merugikan kita. Kalimat dengan kata-kata asumsi, zuudzon, prasangka serta rekayasa kepanjangan istilah untuk merugikan tersangka dan terdakwa, kelihatannya sudah biasa dilakukan. Saya tidak mengerti bagaimana materi pendidikan mereka sebelum jadi Jaksa dan Hakim. Sikap arogan sebagai algojo yang mereka tampilkan. Ini sebagai kesan yang saya lihat sebagai seorang yang pensiunan yang telah 15 (lima belas) tahun berkiprah dibidang pengurusan pendidikan personil ABRI, pernah juga saya jadi penyidik selaku Kepala Seksi Intelijen puluhan tahun lalu.
Asal mula pengadilan Korupsi Kasus ASABRI ini dari PUSPOM yang komandannya bernama Hendardji adik dari Hendarman selaku JAMPIDSUS. Dari awal sudah salah, pengusutan atau penyidikan orang-orang yang tersangkut dalam kasus ini adalah orang sipil semua. Namun Hendardji dengan ambisinya tinggi bersama baik oelh Erling sebagai pelaksana penyidik, memaksakan kehendaknya demi prestasinya dan bisa membantu kakaknya mendapatkan masalah bertingkat nasional. Dengan demikian kakaknya akan jadi orang nomor satu didalam penguasa hukum di Indonesia, ambisinya terbukti dengan dikawalnya baik oleh Erling sendiri dengan pasukannya, terhadap proses mulai penyelidikan, penyidikan, pendakwaan, penuntutan, persidangan samapai vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Pengawalan ini ada kesan pelecehan pada aparat Kejaksaan Agung maupun Majelis Hakim. disamping itu mereka telah melecehkan POLRI dengan tidak koordinasi apalagi klarifikasi, namun semuanya telah berhasil dan sukses mengorbankan Subarda serta meringankan Henry Leo.
Diduga Pengadilan Tinggi jakarta DKI, orang-orang Henry Leo yang banyak pendekatan dengan Hakim-Hakim Tingginya karena terbukti hukuman Henry Leo jadi sama dengan Subarda, sama-sama 4 (empat) tahun. Anehnya bukan main, masa pencuri sebagai penjahat tingkat nasional membobol sebesar 400 miliar sama hukumannya dengan yang dikorbankan?
Kalau menganggap kerjasama, mengapa tidak dilhat aliran dana hasil kejahatannya serta kecurangan si pencuri?
Kalau memang saya bekerjasama, saya sudah dapat lebih dari 200 miliar dan kalian akan saya bayar lebih besar dari yang sudah kalian terima! Amit-amit......

KEANEHAN DALAM KASUS ASABRI

Selama saya mengikuti dengan sabar prosespengadilan korupsi KASUS ASABRI sampai dengan putusan dari Pengadilan Tinggi DKI, ada beberapa hal yang tidak saya mengerti bagaimana hal-hal tersebut bisa terjadi.
Hal-hal aneh tersebut adalah:
  1. Penyelidikan dan penyidikan Kasus ini dilakukan oleh Polisi Militer (PM), padahal semua tersangka dan saksi orang-orang sipil dan pensiunan, Jaksa Agung mengatakan didalam sidang Komisi III katanya perkara ini perkara koneksitas, karena saya tidak mengerti maksud dia, kami diam saja.
  2. Ide bahwa kasus ini sebagai tindak pidana Korupsi datangnya dari Hendardji selaku DANPUSPOM. Padahal sebelumnya telah diselesaikan sebagai perkara perdata mulai tahun 1997, kemudian tahun 1999 oleh Irjen Dep.Hankam dengan KAPOLRI juga telah dikeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (SP3) oleh polri pada tahun 2004.
  3. Setelah Penyidikan yang berat sebelah oleh PUSPOM, Hendarman selaku Jampidsus mengeluarkan perintah penyelidikan Kejaksaan Agung tapi dengan dasar berkas perkara hasil kerja PUSPOM sebagai awal acuan, silahkan baca hasil diskusi penyelidikan Kejaksaan Agung pada geram-subarda.blogspot.com atau www.subarda-dikorbankan.com, itu semua data dari pihak Henry Leo dan orang Dep.Hankam yang tidak menguasai persoalan.
  4. Hasil diskusi penyelidikan tersebut diangkat untuk penyidikan tersangka Subarda yang bekerjasama korupsi dengan Henry Leo. Penentuan Subarda sebagai tersangka diumumkan lewat media massa sebelum Subarda diberitahu, pengumuman tersebut dilakukan dengan wawancara Jaksa M.Salim (sekarang bermasalah) kepada wartawan. Proses penyidikan terhadap Subarda dilakukan sekali dengan menyerahkan bukti-bukti otentik. Bukti-bukti tersebut tidak dibaca, sedangkan untuk diskusi penyelidikan dipakai data dari Henry Leo. Baca www.subarda-dikorbankan.com
  5. Surat pencekalan diterima bulan Juni 2007 sedangkan pemanggilan sebagai tersangka bulan Agustus 2007. Karena Subarda tahu bahwa data-data serta bukti otentik yang dia sampaikan tidak digunakan dalam diskusi penyeledikan maka Subarda menolak dijadikan tersangka. bahkan pada pemeriksaan pertama 13 Agustus 2007 Subarda menolak tersebut tersangka dalam BAP-nya, tapi Jaksa Sriyono, Jaksa M. Salim, Jaksa Djainudin Nare serta Kemas Yahya memaksakan diri utnuk menahan Subarda  dengan pengawalan Erling dengan anak buahnya dari PUSPOM. Disini terjadi keanehan dalam proses perkara Korupsi orang sipil dikawal CPM. Penahanan dilakukan sampai sekarang sudah lebih dari 13 (tigabelas) bulan.
  6. Di dalam proses pemeriksaan sampai dakwaan ternyata jauh dari istilah praduga tak bersalah. Banyak asumsi, zuudzon, prasangka dimuat dalam dakwaan, penuntutan maupun sampai vonis. Apakah memang harus begitu dalam proses perkara korupsi? Silahkan baca di www.subarda-dikorbankan.com
  7. Banyak barang bukti yang diperlihatkan Jaksa Zainudin Arifin selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dikenali Subarda, tapi jalan terus sampai vonis dan putusan di Pengadilan Tinggi DKI. Permintaan untuk di periksa Labkrim dianggap angin saja, apa maksud Jaksa ini sampai dia merasa paling yakin benar. Baca Putusan Pengadilan Tinggi DKI di www.subarda-dikorbankan.com
  8. Dari mulai dakwaan sampai dengan Putusan Pengadilan Tinggi DKI halaman 9 disebutkan terdakwa menyerahkan Bilyet Giro sebesar sekian disertai Nota Pengantar Dinas ? selanjutnya dengan NPD nomor sekian Hnery Leo telah mengkliringkan Bilyet Giro tersebut. Kata menyerahkan saja sudah zuudzon. Siapapun yang membawa Bilyet Giro untuk dikliringkan tidak akan bisa cair apabila tanda-tangan pemilik di Bilyet Giro tidak sama dengan yang mau mengkliringkan. Walaupun disertai kuasa atau perintag apapun tidak akan bisa cair. NPD itu bukan Nota Pengantar Dinas tapi Nota Pemindahan Dana. Apabila kalau ada NPD (Nota Pemindahan Dana) menyertainya, maka sama sekali Henry Leo tidak akan bisa mengkliringkan Bilyet Giro tersebut. Tujuan pemindahan dana tersebut untuk ke BNI bukan ke Henry Leo. Ini terjadi karena Henry Leo kerjasama denganBNI dan orang BNI tidak pernah konfirmasi pada pemilik dana sesuai tercantum tanda-tangannya. Jadi Jaksa salah alamat, bukan Subarda yang kerjasama dengan Henry Leo tapi BNI. Henry Leo, BNI maupun Jaksa tidak bisa berkelit, ini sudah kesalahan fatal. Lihat www.subarda-dikorbankan.com
  9. Pengadilan Tinggi Jakarta Timur sudah berbuat salah anehnya Pengadilan tinggi DKI malah tidak pula membaca kesalahan tersebut, bahkan menetapkan seolah-olah mengesahkan apa yang diputuskan Pengadilan Tinggi Jakarta Timur telah yakin benar. Kecuali karena melihat terdakwa banyak jasanya pada Negara dan Bangsa, dikurangi hukumannya satu tahun sebagai hadiah belas kasihan. Lebih mengherankan lagi didalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI untuk Henry leo diturunkan hukumannya menjadi 4 (empat) tahun, sama denngan hukuman Subarda. Orang yang membobol uang ratusan miliar jelas-jelas adanya di BNI dihukum sama dengan orang yang dikorbankan....."ANEH kan"???
  10. Bukti transfer yang dituduhkan pada Subarda dipakai penekanan oleh Erling penyidik PUSPOM sebagai bukti telah berbuat korupsi. Ternyata didalam persidangan bukti-bukti itu tidak benar, banyak rekayasa bukti transfer dari bank tanpa validasi, banya foto copy rekayasa dan duplikasi, yang penting tidak disidik untuk apa penggunaan transfer uang tersebut. Dalam sidang sudah dijelaskan segalanya, tetapi dalam vonis dipaksakan bahwa harus mengganti sejumlah 33 miliar. Dari seluruhnya jelas keberpihakan PUSPOM, KEJAKSAAN AGUNG maupun MAJELIS HAKIM berpihak pada Henry Leo. Lihat www.subarda-dikorbankan.com
Sekarang perkara ini sudah sampai pada pembuatan Memori Kasasi yang akan diserahkan pada Yang Mulia Hakim Agung yang saya dengar sangat mengedepankan KEADILAN dan KEBENARAN. Tumpuan harapan kami pada para abdi hukum di negara kita yang kita cintai ini masih banyak yang konsisten sesuai profesinya. Semoga Allah SWT melindungi anda sekalian....Amin.

PENGADILAN KASUS ASABRI MASIH BELUM ADIL

Setelah membaca dengan teliti Putusan Pengadilan Tinggi DKI atas terdakwa H. Subarda Midjaja maka didapatkan bahwa Hakim banyak melampaui batas wewenangnya, juga banyak salah menerapkan hukum yang berlaku. Secara bahasa hukum sudah diajukan dalam Memori Kasasi yang telah disampaikan ke Mahkamah Agung lewat Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Kalau mengikuti dakwaan sampai dengan Putusan Pengadilan Tinggi DKI tuduhan korupsi bagi Subarda yang selalu tidak berubah yaitu:
  • Subarda terbukti sah dan meyakinkan telah bekerjasama dengan Henry Leo juga KabagKu Sunardjo secara berlanjut melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau Badan yang berakibat merugikan negara.
Kalau secara bahasa umum adalah:
  • Subarda menyuruh/memerintahkan setidak-tidaknya menyetujui Henry Leo mengkliringkan deposito dana BPKPR dan dijadikan agunan untuk peminjaman Cash Collateral, berturut-turut selama 3 (tiga) tahun. Karena Cash Collateral Henry Leo tidak bisa mengembalikan maka BNI men-"default" agunan Henry Leo yang berupa hasil kliring dana BPKPR. Dengan demikian deposito BPKPR hilang. Negara dirugikan sebesar 410 miliar.
Yang dimaksud menyuruh atau memerintahkan atau menyetujui adalah adanya NPD yang Jaksa dan Hakim mengartikan NPD sebagai Nota Pengantar Dinas. Pengertian mereka dengan adanya NPD berarti seolah-olah menyuruh Henry Leo mengkliringkan/mencairkan Bilyet Giro yang dia bawa ke BNI. Ditambah lagi surat permintaan DIRUT ASABRI tanggal 27 Februari 1995 agar bunga diskonto masuk ke rekening PT. WMA dimana ternyata dengan alamat rumah tinggal Henry Leo, adalah hal yang tidak masuk akal selaku Dirut ASABRI SUBARDA mengalirkan dana ke tangan Henry Leo selama 3 (tiga) tahun tanpa keuntungan pribadi baginya. Sebenarnya apabila dibaca NPD sebagai Nota Pemindahan Dana siapapun akan mengerti terutama para pejabat BNI. Diduga pada waktu Henry Leo melakukan kliring-kliring tidak pernah memperlihatkan NPD (Nota Pemindahan Dana) baru diperlihatkan setelah BNI kebobolan dan NPD diartikan Nota Pengantar Dinas (???)
Hal yang paling fatal untuk pejabat BNI waktu itu selama 3 (tiga) tahun tidak pernah konfirmasi mengenai pengkliringan Bilyet Giro milik BPKPR/ASABRI ini, apalagi tidak pernah menyatakan NPD (Nota Pemindahan Dana) karena disana tertulis jelas untuk apa dana yang tercantum di Bilyet Giro tersebut.
Didalam Berita Acara Pemeriksaan terhadap karyawan BNI yang bernama Haryadi jelas sekali alur cerita kejahatan Henry Leo dibantu para pejabat BNI. Henry Leo dengan membawa Bilyet Giro saja, datang ke BNI difasilitasi temannya pejabat BNI bernama AGUS DARYANTO melakukan kliring Bilyet Giro milik BPKPR dengan alasan seijin DIRUT ASABRI dan akan mengalir lebih banyak nantinya. Dengan bantuan para pejabat BNI Bilyet Giro cair dan menjadi atas nama Henry Leo di BNI. Dana yang sudah menjadi milik Hernry Leo tersebut, dijadikan agunan untuk mengajukan kredit Cash Collateral. Tidak sampai satu hari kredit cair. Selajutnya atas perintah Henry Leo dana hasil kredit dikirimkan/dikliringkan kemana-mana kebanyakan ke-atas nama Henry Leo sendiri didalam dan diluar negeri. Hal ini berjalan 3 (tahun), berpuluh kali kliring Bilyet Giro milik BPKPR jadi milik Henry Leo Cs telah dilakukan oleh para pejabat BNI.
Sedangkan BPKPR/ASABRI tetap menganggap yakin depositonya masuk BNI dengan diterimanya laporan bunga bank yang lebih besar dari Bank Pemerintah lainnya, juga diterima tanda-tanda terima tertulis yang sampai ke meja DIRUT dari BNI cabang Jakarta Kota. Disamping itu tiap tahun Irjen Dep.Hankam dan BPKP telah mengadakan pemeriksaan dan tidak ada temuan yang tidak benar. Rupanya semuanya diatur oleh Henry Leo dibantu orang-orang BNI selama itu.
Untuk mengelabui DIRUT ASABRI, dengan mengaku pebisnis sukses, berbuat baik menawarkan bantuan maupun bisnis. Penawaran tersebut diterima, yaitu 3 (tiga) macam bantuan yang semuanya diketahui dan direstui oleh Menhankam.
Ketiga bantuan tersebut adalah pembelian tanah seluas 22 Ha di Polonia, Medan yang berupa agunan suatu PT di Bank Yudha Bhakti, pembelian tanah untuk seluruh anggota ASABRI seluas 17,5 Ha, dan menalangi pembayaran ke Bank bagi para pengusaha yang wanprestasi dengan sertifikat agunannya semua ada di DIRUT ASABRI. Pada waktu Henry Leo mengaku telah menggunakan  dana ASABRI untuk investasi di dalam dan luar negeri, Subarda menyerahkan asset pribadinya beserta semua asset-asset ketiga bisnis tersebut ke Dep. Hankam. Ketiga bantuan dan bisnis ini dituduhkan oleh Jaksa sebagai korupsi dan Hakim memutuskan Subarda juga harus mengganti kurang lebih 33,5 miliar. Daftar bukti transfer yang diperlihatkan Jaksa banyak tanpa validasi Bank atau rekayasa dan duplikasi.
Disamping jalan cerita buat dakwaan yang berlawanan dengan jelas cerita sebenarnya dilengkapi dengan bukti-bukti yang ada, maka juga didapat daftar sita barang bukti yang salah dan tidak pernah dibaca Jaksa dan Hakim. Barang bukti no. 485 sampai dengan No. 505 salah semua, padahal barang bukti yang ada di No. 642 dan tidak pernah dibaca Jaksa dan Hakim untuk bahan pertimbangan dalam sidang.
Dari uraian diatas dapat dilihat apakah dakwaan sampai vonis Pengadilan Tinggi DKI itu sudah sampai pada keadilan dan kebenaran sesuai hukum Indonesia yang sama-sama kita hormati?
  • Siapa yang bekerjasama disini? Sudah jelas Henry Leo dengan para pejabat BNI.
  • Siapa yang melawan hukum? Juga sudah jelas Henry Leo bersama orang BNI dengan mereka yang juga telah terlibat dalam kasus ini.
  • Siapa yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau Badan? 
  • Siapa yang merugikan Negara? Uang prajurit TNI/POLRI serta PNS DepHankam, sampai sekarang masih tetap berada di BNI sebagai deposito dan belum dihitung hutang bunganya. Sampai sekarang DIRUT ASABRI atau Pelaksana Harian BPKPR belum mengeluarkan NPD (Nota Pemindahan Dana) apakah akan dicairkan atau dipindahkan. Kerugian Negara ada di BNI karena telah memberikan kredit tanpa persetujuan pemilik agunan atau menjadikan dana BPKPR menjadi dana Henry Leo tanpa dasar apapun serta memberiakn kredit dengan jaminan uang curian tersebut.
Semua proses perkara Kasus ASABRI ini tidak terjadi di kasus korupsi lainnya. Perubahan rekayasa untuk menutupi kelemahannya, mengharapkan rezeki besar tidak halal dengan menyalahkan seseorang, mengharapkan perubahan karier dengan cepat asal ada kredit point walapun merugikan orang lain dan juga banyak kelakuan lain yang menguntungkan diri sendiri tapi merusak orang lain, semuanya terjadi pada Kasus ASABRI ini. Untuk lebih lengkap keterangannya silahkan kunjungi website www.subarda-dikorbankan.com atau tangis-subarda.blogspot.com

SUBARDA MASIH DITAHAN SAMPAI SEKARANG SUDAH LEBIH DARI 13(TIGABELAS) BULAN DIJADIKAN SATU PENJARA DENGAN HENRY LEO UNTUK KEPUASAN JAKSA DAN HAKIM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar