Saya MAYJEN TNI (Purn) H. SUBARDA MIDJAJA selaku MANTAN DIRUT PT. ASABRI (PERSERO) yang sudah ditahn di RUMAH TAHANAN KEJAKSAAN AGUNG lebih dari SATU TAHUN dan masih meringkuk dengan sabar, walaupun alasan penahanan dengan aturan hukum di negara kita ini masih semrawut. Saya bersumpah DEMI ALLAH bahwa laporan ini saya buat sesuai kenyataan yang ada dan langsung dirasakan serta dilihat oleh diri saya walaupun mungkin ada beberapa hal yang tertinggal untuk dilaporkan. Laporan ini tidak asal bicara atau menulis hal-hal imajinasi karangan, tapi kami lampirkan bukti-bukti otentik yang seharusnya ada di instansi yang bersangkutan. Didalam proses pengungkapan kembali kasus ASABRI yang dimulai pertengahan tahun 2006 oleh TUMIYO dari YKPP dan HENDARDJI dari PUSPOMAD dilakukan penuh dengan a'priori, kolusi dan nepotisme, diduga praktek suap serta melakukan KORUPSI KEKUASAAN dan juga YUDICIAL CORRUPTION (Korupsi Hukum). Untuk menambah bukti, sebaiknya dilakukan penyadapan telepon antara Iyul Sulinah dengan para pejabat serta aparat yang tersangkut penyelesaian Kasus ASABRI sejak 2006 s/d sekarang. Dibawah ini saya sampaikan penjelasan jalannya upaya hukum dengan perangkatnya yang bisa anda nilai sendiri. Selanjutnya juga dilaporkan analisa sederhana yang terjadi sejak awal kasus ini muncul sehingga meluas dan menyangkut banyak orang.
LAPORAN POLISI
Awalnya dari munculnya upaya hukum dalam KASUS ASABRI adalah dari laporan polisi yang disusun bersama-sama, diduga dilakukan oleh TUMIYO (Ketua YKPP), IYUL SULINAH (mengaku istri Henry Leo) serta orang-orang PUSPOM. Laporan polisi yang ditujukan ke PusPom dalam kasus ASABRI merupakan kesalahan yang disengaja, disebabkan:
- Polisi Militer tidak berhak memeriksa apalagi membuat berkas perkara korupsi yang dilakukan orang-orang sipil.
- Perkiraan Mayjen TNI (Purn) H. Subarda Midjaja pada saat menjabat Dirut ASABRI masih aktif adalah kesalahan besar dan merupakan tindakan semena-mena dari pejabat yang melakukan Korupsi Kekuasaan yaitu Hendardji Supandji selaku DANPUSPOM.
- Laporan tersebut seharusnya ditunjukan kepada MABES POLRI, namun hal ini tidak dilakukan karena diduga Polisi memiliki data yang lebih lengkap serta akan berlawanan dengan tujuan si-pelapor yang direkayasa (Tumiyo dan Henry Leo cs).
- Target dari upaya hukum ini adalah menjerat Mayjen TNI (Purn) H.Subarda Midjaja dan kembalinya danaTNI sebesar Rp. 410 miliar, sedangkan Henry Leo dianggap pasang badan. Ketiga target itu salah karena Subarda sudah menjadi orang sipil, dana Rp. 410 miliar bukan dana TNI saja tapi juga dana POLRI dan PNS DepHankam, sedangkan Henry Leo tidak bisa pasang badan karena dana hasil curian dia diluar negeri besar sekali yang seharusnya bisa dikembalikan pada BNI atau Prajurit TNI/POLRI.
- Diduga rencana penyelesaian perkara ini akan dilaksanakan dengan koneksitas, namun tidak ada dasar yang kuat. Akhirnya menjadi kebohongan publik yang pernah dilakukan didepan sidang di Komisi III DPR oleh Hendarman selaku Jaksa Agung.
PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN PUSPOMAD
Surat panggilan DANPUSPOMAD No.PGL/214/VIII/IDIK/2006 terhadap Mayjen TNI (Purn) H.Subarda Midjaja sebagai saksi sudah merupakan tuduhan apriori serta fitnah dan menghilangkan praduga tak bersalah, dengan penjelasan sebagai berikut:
- Sebagai DANPUSPOMAD Hendardji Supandji telah bisa menentukan didalam panggilan tersebut Kasus ASABRI adalah Kasus Tindak Pidana Korupsi. Dari mana dia tahu hal itu? Mengapa tidak bertanya dulu terhadap para seniornya? Padahal kasus itu terjadi sepuluh tahun yang lalu. Mengapa dia sebagai pejabat tinggi tidak melihat atau menanyakan proses sebelumnya? Diduga untuk adanya prestasi yang menyolok dalam tugasnya Hendardji-Hendarman mengincar agar ada seorang Jenderal dituduh korupsi dan jangan sampai lepas. Oleh karena itu dibuatlah skenario bekerjasama korupsi dimana mereka sendiri sudah membuat aturab apabila kerjasama atau bersama-sama korupsi sampai dengan vonis tidak akan lepas dari jerat hukum. Bukti-bukti tidak perlu dipertimbangkan.
- Semua orang tahu kewenangan dia adalah sebatas tindakan hukum terhadap personil aktif TNI-AD. Hendardji disini telah melakukan "Yudicial Corruption".
- Pelaku tindak pindana korupsi sudah langsung dituduhkan pada H.Subarda Midjaja bersama Henry Leo. Tuduhan bekerjasama tidak pernah dikonfirmasi atau diperiksa dengan benar pada Subarda Midjaja. Hal ini diyakini untuk menjerat Subarda Midjaja dengan keterangan sepihak Iyul Sulinah serta patut diduga ada suap atau janji-janji serta bantuan nasihat atau tindakan dari kakak yang bersangkutan selaku JAMPIDSUS yaitu Hendarman Supandji. Sebagai bukti, setelah menerima penjelasan Subarda Midjaja selaku saksi, paket "bersama-sama korupsi" tetap diterapkan untuk menjerat Subarda pada aturan penyelesaian kasus Korupsi pada umumnya.
- Dapat dilihat pada tembusan surat panggilan yang ditandatangani hendardji Supandji hanya ditujukan kepada Irjen DepHan serta pejabat-pejabat dilingkungan TNI-AD, tidak ada tembusan ke POLRI yang sudah lama mengusut Kasus ASABRI beberapa tahun sebelumnya.
- Untuk menarik opini publik maka media masa diminta wawancara dengan Hendardji, Tumiyo dan Iyul Sulinah juga Henry Leo,diduga dibiayai oleh pihak Henry leo. Paling menyolok majalah GATRA beberpa kali terbit. Bisa diusut siapa yang mendanai pada edisi tanggal 16 dan 30 agustus 2006. Fitnah dan apriori lengkap ditujukan pada Subarda Midjaja oleh Iyul Sulinah dan Henry Leo. Pemeriksa di PUSPOM adalah Letkol CPM Erling dan Letkol CPM Bambang hanya sekedarnya saja, karena mereka sudah membuat mapping agar perkara ini berjalan mulus sampai vonis di pengadilan.
- Ternyata tuduhan dengan data dari pihak Henry Leo yang dibuat Tumiyo dan Iyul Sulinah tetap tidak berubah sampai vonis walaupun sampai 40 saksi tidak ada yang memberatkan Subarda juga sanggahan dan bukti dari pengacara Subarda yang tidak pernah didengar oleh Jaksa Penuntut Umum dan Hakim,sebagai contoh:
- Data-data JPU yang berasal dari PUSPOM yaitu Deposito BPKPR/ASABRI di BNI-46 semuanya berupa CD berjangka didalam NPD-nya. Yang benar adalah tahun 1995 NPD-nya pembelian CD berjangka, tahun 1996 dan 1997 berupa deposito berjangka (TD) untuk lebih aman bagi ASABRI.
PENYELIDIKAN DI KEJAKSAAN AGUNG
Berkas dari PUSPOMAD berupa hasil penyidikan, sama sekali bukan laporan seperti yang disampaikan salah seorang JPU yaitu Jaksa Zairida didalam jawaban eksepsi. Keterangan tambahan dari orang-orang BNI juga dipakai dasar dalam EXPOSE HASIL PENYELIDIKAN di Kejagung. Dalam pemeriksaan saksi persidangan mereka ternyata seharusnya dijadikan tersangka yang nyata-nyata bekerjasama dengan Henry Leo, namun Jaksa dan Hakim acuh saja, patut diduga orang BNI ikut interversi dalam persidangan seperti layaknya orang-orang Polisi Militer. Surat perintah penyelidikan Jampidsus No. Print-64/FJP/Fd.I/II/2006 ditandatangani oleh Hendarman Supandji (adik kandungnya) No. R/214/X/2006 tanggal 5 Oktober 2006 berupa Berkas Berita Acara Pemeriksaan Kasus ASABRI. Dasar hasil penyelidikan tersebut dimainkan didalam EXPOSE HASIL PENYELIDIKAN yang sejalan dengan laporan sepihak dari IYUL SULINAH dan Henry Leo. Diduga disini praktek suap dijalankan, karena keterangan dan bukti Subarda diabaikan semuanya. Perlu diketahui Jaksa-jaksa yang melakukan EXPOSE hasil Penyelidikan di Kejagung adalaha Jaksa-jaksa yang bermasalah mneyangkut BLBI malah ada yang dinon-aktifkan (Kemas Yahya, Moh.Salim, Sriyono) atau juga sebaliknya sudah dipromosikan di tempat basah (Jainudin Nare).
PENYDIKAN DAN PENAHANAN DI KEJAGUNG
Dengan berdasarkan EXPOSE HASIL PENYELIDIKAN yang direkayasa dengan memasukan keterangan Iyul Sulinah dan Henry Leo secara menyeluruh, maka ditetapkan Subarda dan Henry Leo sebagai tersangka. Tega-teganya para Jaksa bermasalah ini menyimpulkan Subarda sebagai tersangka, EXPOSE HASIL PENYELIDIKAN ini adalah hasil kerjasama orang-orang Hendardji Supandji dan orang-orang Hendarman Supandji, Henry leo tenang saja karena penipuan serta kejahatan penyuapan yang dia lakukan akan tertutup aman. Apabila nanti terbuka dia bersama Iyul Sulinah akan bernyanyi melaporkan sogokannya pada sekian banyak Jenderal dan pejabat tinggi di DepHan, BNI dan Kejagung juga Pengadilan. Pengumuman tersangka dilakukan oleh "Jaksa Bermasalah" Moh.Salim selaku Direktur Penyidikan didalam koran-koran serta media elektronik untuk menghimpun opini publik agar timbul kebencian pada Subarda. Surat Perintah Penyidikan Jampidsus No. Print 14/TTK/F.2/Fd.I/04/2007 tanggal 30 April 2007 yang ditandatangani oleh Kemas Yahya karena Hendarman Supandji sudah berprestasi naik pangkat jadi Jaksa Agung. Dalam pemeriksaan pertama dalam penyidikan di Kejagung, Subarda memohon memberikan keterangan dulu dengan bukti yang dibawa sejak 11 tahun yang lalu, namun penyidik memaksakan kehendak dengan mengajukan pertanyaan secara tertulis yang membaku tidak menanggapi maksud yang diperiksa. Bahkan langsung dilakukan penahanan sampai sekarang. Para penyidik telah menghilangkan praduga tak bersalah. Rupanya sore itu juga datang untuk menakut-nakuti para penyidik yaitu orang-orang CPM sebanyak dua mobil dipimpin Erling dengan pakaian seragam lengkap bertolak pinggang wara-wiri di Gedung Bundar. Dia hadir seolah-olah dapat restu dari prajurit TNI/POLRI serta Hendardji serta Hendarman. Siapapunpasti takut dan akan melanjutkan menuruti misi yang sudah di mapping. Penyidikan dilanjutkan selalu arahnya pada skenario yang sudah diatur dalam EXPOSE HASIL PENYELIDIKAN. Beberapa kali diajukan penangguha penahanan, semuanya tidak digubris. Rupanya Kejagung sudah membuat aturan apabila perkara korupsi, tidak akan ada penangguhan atau pengalihan status tahanan. Kecuali yang bisa menghindar dari tahana seperti Laksamana dan Tan Kian, serta beberapa lainnya yang punya azimat. Cerita mengenai penahanan di Kejagung panjang apabila diuraikan disini, dilain tempat saja nanti.
DAKWAAN
Selama penyelidikan berlangsung terjadi adanya bukti-bukti yang diperlihatkan penyidik yang diduga palsu karena Subarda tidak pernah merasa manandatangani ataupun melakukan seperti dalam bukti-bukti yang diperlihatkan pihak Henry Leo terhadap para penyidik. Subarda dan keluarga segera melaporkan hal itu ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa oleh Laboratorium Forensik. Belakangan JPU tidak mengizinkan bukti-bukti itu dipinjam, disini terlihat adanya kolusi antara pihak Henry Leo dengan JPU. Polisi dengan upaya lain mendapatkan data aslinya dan ternyata terbukti ketidakwajaran dari dokumen tersebut, setelah diperiksa Laboratorium Forensik.
Disamping itu dari dokumen lampirannya telah digunakan oleh Henry Leo untuk kejahatan dalam rangka mengalihkan bunga deposito ASABRI/BPKPR ke rekening PT.WMA tapi dengan alamat rumahnya sendiri. Jaksa sengaja menutupi hal ini dan tidak ada upaya untuk membuka kejahatan ini dalam sidang. Disini nyata sekali adaanya keberpihakan pada PUSPOM dan Henry Leo. KPK diharapkan akan mengusut kasus ini.
Setelah penyidikan selesai bundel diserahkan kepada kepada Jaksa Penuntut Umum yang sudah dibentuk sebelumnya. Dalam penyerahan dari penyidik ke JPU, Subarda diharuskan hadir, Subarda menunggu diruang ketua JPU Pribadi Suwandi. Pribadi Suwandi memberitahu Subarda bahwa "tadi Pa' Erling datang ke sini". Disini ada beberapa estimasi tentang kedatangan Erling ini, mungkin untuk pendekatan agar skenario dia bisa berjalan lancar, mungkin juga penekanan agar dakwaan harus sesuai dengan skenario awal dengan sanksi ancaman bahwa dia (Erling) atas perintah kakak beradik Supandji serta serta misi dari prajurit TNI. Pantas saja perangai wajah Pribadi Suwandi Ketua JPU seperti penuh ketegangan dan kehawatiran dalam setiap persidangan. Dakwaan mulai keluar dan isinya kalau kita baca terkesan ngawur tapi intinya sama dengan isi EXPOSE Hasil Penyelidikan dan berkas dari PUSPOM. Kalau kita lihat pasal-pasal dakwaan yang berjejer seperti yakin Subarda Koruptor kelas kakap padahal kita tidak mengerti sama sekali. Dakwaan ini seharusnya diajukan pada tahun 1997 saat perkara ini muncul dan diusut oleh Kepolisian atas laporan DIRUT ASABRI atau Departemen Pertahanan Keamanan. Sayangnya pada saat itu DIRUT ASABRI cepat-cepat dinon-aktifkan dan Dephankam langsung membuat kebijakan bahwa dana Rp. 410 miliar dianggap penyertaan pada perusahaan Henry Leo tanpa mengusut dana BPKPR yang didepositokan di BNI 46 cabang Jakarta Kota. Dibuatlah Akte No.16 dimana Subarda tidak diikutkan karena sudah dikeluarkan. Deposito ASABRI/BPKPR sama sekali dianggap tidak ada, padahal seluruhnya sesuai prosedur yang berlaku disemua bank pada waktu itu dan bunga depositi diterima tiap bulan sampai November 1997.
Kesalahan total oknum Dephankam dan oknum-oknum BNI sampai saat ini belum terbongkar bersama kesalahan Henry. Dakwaan ini sangat banyak kelemahannya, sudah banyak rekayasa dan skenario yang dilakukan oleh orang dan pejabat yang didekati dan dipengaruhi Henry Leo.
PERSIDANGAN DI PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR
Setelah pembacaan DAKWAAN maka diajuakan Eksepsi baik dari pribadi maupun pengacara. Eksepsi langsung ditolak dengan alasan seperti biasanya sudah menyinggung pokok perkara dan sebagainya. Pemeriksaan saksi-saksi yang jumlahnya 40 orang tidak ada yang memberikan Subarda hai ini dapat dilihat dalam DVD yang sengaja dibuat setiap persidangan. DVD ini telah beredar disetiap pejabat tinggi yang mneyangku KASUS ASABRI untuk dilihat lebih sejauh mana rekayasa skenario Hendardji-Hendarman dalam mapping perkara KASUS ASABRI. Hakim bertugas dengan serius tapi terlihat mengendalikan sidang asal aman saja (Safety First). Beberapa kali hakim menegur pengacara Subarda agar jangan banyak melibatkan BNI, terdengar suatu ancaman. Pernah Hakim lewat pengacara bicara agar jangan menolak kalau dituduh kerjasama agar bisa menjadi perkara perdata dan akan bebas. Sudah terlihat disini Hakim bukan mencari keadilan dan kebenaran, tapi mengarah pada kepentingan dirinya dalam menyelesaikan tugas negara yang sangat mulia ini. Kita selalu panggil dia yang mulia dan dia seperti ayat-ayat kitab suci yang tidak bisa dirubah. Kita tidak tahu seandainya mereka masih suka "DUGEM" dan main golf dibayari orang atau lebih jelek lagi. Sesuatu yang aneh dan lucu terjadi dalam persidngan Subarda, selalu hadir prajurit-prajurit TNI dengan bergantian. Rupanya atas instruksi Hendardji lewat Garnisun mengirim para prajurit kedalam persidangan dengan pakaian seragam TNI, malah beberapa anggota CPM lengkap bersenjata pistol. Setelah beberapa orang ditanya mengapa mereka hadir, dijawab tidak mengerti hanya diperintahkan hadir dengan uang makan lima ribu rupiah perhari sampai sidang Subarda hari itu selesai. Apakah jaman sekarang boleh mengerahkan pasukan dalam sidang pengadilan? Perlu diketahui dalam sidang perkara Henry Leo tidak pernah ada yang hadir para prajurit berseragam tersebut. Para prajurit ini diduga dikirim Hendardji dengan pelaksana lapangan Letkol Erling yang yang hadir pada saat-saat genting. Rupanya kehadiran Erling cs bukan untuk simpati pada Subarda yang tidak salah tapi disidang, namun sebaliknya untuk menekan Jaksa dan Hakim bahwa mereka mendapat misi dari Hendardji-Hendarman yang harus seusuai skenario yaitu Subarda kerjasama dengan Henry Leo dan merugikan negara. Selanjutnya harus divonis sesuai dengan koruptor lainnya. Untuk BNI jangan diungkap walaupun kenyataannya telah melakukan kesalahan fatal.
Kesemuanya diduga untuk mengamankan dan melindungi sekian banyak orang yang terlibat termasuk untuk meringankan si-pelaku kejahatan yang telah melakukan praktek suap kemana-mana.. Setelah persidangan pemeriksaan saksi-saksi maka dibacakan penuntut JPU. Isinya menggelikan sama dengan dakwaan cuma dikurang lebih disana-sini tanpa memuat bicaranya saksi dan penjelasan pengacara dan terdakwa. Kalau para ahli hukum membacanya maka akan tertawa, kami yang bukan ahli hukum malah bingung. Kualitas Jaksa-jaksa yang menyusun tuntutan ini masih rendah, padahal perkara ini bertaraf nasional. Seperti mahasiswa yang menyusun tesis, lihat format, mencuplik sana sini, dihubung-hubungkan dan disimpulkan tuntutannya sesuai arahan induk semangnya di Kejagung. Dianggapnya yang akan dituntut ini bekas tentara bodoh, koruptor, pemakan duit prajurit, hidup kaya raya dari potongan gaji prajurit yang sudah berada dibawah garis kemiskinan. Dia dengan kawan-kawannya merasa jadi pahlawan pembela simiskin "PAHLAWAN PEMBASMI KORUPTOR". Kita mengerti sesuai omongan alasannya, "Kami ini hanya sekedar melaksanakan tugas dan perintah". Kitapun baru tahu bahwa para Hakim dan Jaksa itu tidak memiliki nurani lagi didalam tugasnya. Tahap-tahap sidang peradilan berjalan sesuai prosedur dan jadwal. Skenario yang dimapping tetap berjalan konsisten sampai vonis. Didalam hari dijatuhkannya vonis, didalam ruang sidang berkumpul lagi orang-orang CPM serta orang-orang Garnisun Jakarta. Sebelum sidang dimulai ornag-orang Formade (Forum Masyarakat Demokrat) melihat Letkol CPM Erling bicara santai diselingi ketawa dengan Ketua Majelis Hakim bernama SARPIN RIZALDI. Disini terjadi lagi intervensi penekanan atau ancaman tidak langsung pada Proses Pearadilan di negara kita yang berdasarkan HUKUM ini. Hilanglah sudah arti sumpah "MENJUNJUNG TINGGI KEADILAN DAN KEBENARAN". Kembali lagi Erling menjawab "Saya ini menjalankan tugas profesional". Kalau omongan itu terhadap Kopral yang masil aktif dan tentara musuh yang jadi tawanan, itu benar. Vonis dijatuhkan 5 tahun penjara, mengganti Rp. 34 miliar sesuai transfer yang diterima terdakwa. Disini ada lagi yang lucu yaitu tambahan penjelasan dalam vonis yaitu diputuskan mengembalikan sertifikat PLAZA MUTIARA kepada TAN KIAN, alasannya TAN KIAN sudah membayar 13 juta dolar Amerika yang dititipkan di Kejagung. Terdakwa tidak kenal TAN KIAN, tidak tahu menahu tentang sertifikat PLAZA MUTIARA, tidak tahu ada uang 13 juta dolar AS. Kenapa ada divonis terdakwa SUBARDA? Hakim dan Jaksa perlu diperiksa KPK atau Psikiater segera. Kalau mau membela TAN KIAN dan dibutuhkan adanya kekuatan yang sah dalam keputusan Hakim, jangan dimasukan dalam vonisnya Subarda dong!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar